Pagi meremang gamang. Mencari sisa-sisa cahaya bintang. Merekam jejak malam yang tersangkut di surau, gunung, pantai dan kali. Banyak peristiwa yang terjadi. Sebagiannya adalah misteri.Â
Para malaikat berlindung dari hujan. Di sebuah surau kecil. Berjejalan dengan barisan anak-anak mengaji. Mempersiapkan sebaik-baiknya diri. Begitu ramadan tiba. Malam tak akan lagi sunyi.
Betapa cuaca berpesta pora mendinginkan puncak gunung. Memberi kesempatan pada tajuk pepohonan untuk mengeriput sementara. Tertidur lelap di pelukan kabut. Menikmati hening tanpa suara. Semenjak angin memutuskan berdiam diri. Â Mematung dan sepi.
Gelombang laut menyentuh pantai dengan lembut. Tak ada kemarahan. Ini musim penyu berduyun-duyun pulang. Meletakkan calon anak-anaknya. Di pasir yang hangat oleh cahaya. Disimpan pada hari-hari sebelumnya. Ketika matahari masih sibuk berderma.
Bentuk tubuh kali memerintahkan air menari-nari. Menderas di turunan. Memelan di tikungan. Menghanyutkan keinginan agar segera tiba. Di muara. Tempat yang diciptakan baginya untuk berbagi hambar. Dengan asin yang ingin sekali merasakan seperti apa rasa tawar.
Rekaman kejadian dilakukan berulang-ulang. Tidak dengan cara berhitung matematika. Setiap kalinya. Oleh waktu. Menjalankan skenarionya dengan bisu.
Bogor, 6 Mei 2018
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H