Satu malam penuh aku merantai serpihan kegelapan. Â Aku nyalakan api di antaranya. Â Aku tidak ingin kepalaku padam. Â Itu bisa celaka.
Membayangkan sebuah cerita berpangkal di sebuah nisan lama. Â Namun belum berujung sama sekali karena kehilangan jejak menuju makamnya.Â
Satu malam penuh aku menguji keberanian menyusur jejaknya lewat khayalan. Â Dengan doa-doa semoga tidak menjadi bualan.
Setengah pagi mesti ditambahkan untuk mengukir namanya kembali dalam benak. Â Utuh dan menguar. Â Cantik dan bergambar. Â Tidak lagi samar-samar.
Ujian berikutnya datang dari langit. Â Peringatan agar berhati-hati dalam menulis. Â Halilintar tidak untuk digambar. Â Kilat tidak untuk diucap. Â Sungai-sungai biarkan mengalir. Â Jangan dibendung karena tamak terhadap air.
Satu malam dan setengah pagi. Â Rentang waktu yang tersedia untuk memulai lagi. Â Setelah beribu malam dan beratus pagi menjadi arca. Â Kaku dan buta.
Bogor, 8 April 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H