Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Satu Malam dan Setengah Pagi

8 April 2018   15:00 Diperbarui: 8 April 2018   15:14 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: abduzeedo.com

Satu malam penuh aku merantai serpihan kegelapan.  Aku nyalakan api di antaranya.  Aku tidak ingin kepalaku padam.  Itu bisa celaka.

Membayangkan sebuah cerita berpangkal di sebuah nisan lama.  Namun belum berujung sama sekali karena kehilangan jejak menuju makamnya. 

Satu malam penuh aku menguji keberanian menyusur jejaknya lewat khayalan.  Dengan doa-doa semoga tidak menjadi bualan.

Setengah pagi mesti ditambahkan untuk mengukir namanya kembali dalam benak.  Utuh dan menguar.  Cantik dan bergambar.  Tidak lagi samar-samar.

Ujian berikutnya datang dari langit.  Peringatan agar berhati-hati dalam menulis.  Halilintar tidak untuk digambar.  Kilat tidak untuk diucap.  Sungai-sungai biarkan mengalir.  Jangan dibendung karena tamak terhadap air.

Satu malam dan setengah pagi.  Rentang waktu yang tersedia untuk memulai lagi.  Setelah beribu malam dan beratus pagi menjadi arca.  Kaku dan buta.

Bogor, 8 April 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun