Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi| Tikauli

3 April 2018   13:23 Diperbarui: 3 April 2018   13:31 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.caradesain.com

Kau mungkin jarang mendengar ini.  Sebuah tempat bernama Tikauli, museum genosida hewan-hewan langka. 

Badak yang digergaji culanya.  Atas nama penyakit yang tak ada obatnya.  Harimau Benggala dikuliti, demi kemewahan panggung pamer peragawati bertelanjang dada.  Bulu Macan tutul digelar sebagai permadani, pengganti karpet Persia yang melegenda.

Tempat ini seperti neraka yang dijatuhkan ke bumi.  Altar penghukuman bagi hewan-hewan yang jumlahnya cuma bisa dihitung dengan jari. 

Para pemburu layaknya hantu.  Bersenapan tua menjinjing kepala rusa bertanduk empat.  Tanduknya akan dibuat mahkota.  Kepalanya dijajar di dinding seperti lukisan monalisa yang menua.

Cukup satu peluru.  Hewannya berkurang satu.  Mari berhitung jika pemburunya lebih dari seribu. 

Binatang-binatang perkasa.  Mudah saja jadi alas kaki.  Bagi orang-orang yang berhenti mempunyai hati.

Jakarta, 3 April 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun