Berada di sini. Â Di pagi yang melepaskan sunyi dengan cara sederhana. Â Yaitu menelanjangi setiap daun yang hendak berfotosintesa. Â Agar cepat hadir anak-anak akar yang kuat mencengkeram hara.
Menumbuhkan matahari. Â Di antara kaki-kaki ramai berjejalan. Â Di bus kota dan kereta. Â Di kota yang lupa pada namanya. Â Sebab terlalu gaduh dengan saling bicara. Â Jarang menyebut aku siapa dan kamu siapa.
Bertanam khayalan.  Di puncak-puncak menara.  Dengan menebarkan pandangan ke jalanan.  Dimana riuh dan gaduh  menyumbat trotoar di sebelahnya.  Terlalu banyak manusia kehilangan mata.
Menganyam waktu. Â Di sela-sela selangkangan yang mengangkang. Â Sebuah kota besar yang mempersembahkan drama tanpa akhiran.Â
Opera zaman dimainkan. Â Setiap hari. Â Pemerannya berganti-ganti. Â Namun skenarionya tak pernah berganti. Â Hanya berusaha hidup menuju mati.
Sampit, 29 Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H