Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ini Terakhir Kali Aku Meratap

25 Maret 2018   21:27 Diperbarui: 25 Maret 2018   21:38 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam kekenyangan setelah dipersilahkan mengudap kegelapan.  Aku terbaring di sini.  Di antara rasa sepi dan hati mati.  Kau pergi mengejar bayangan.  Sedangkan aku memecahkan cermin agar tak perlu berkaca.

Aku tak suka bayangan yang suka mencibirku sebagai lelaki peniru alang-alang.  Tak runtuh dan tetap tumbuh di kekeringan yang mencekam.  Aku selalu dilecehkannya sebagai lelaki pencemburu terhadap waktu.  Melesakkan batu bata yang mendekap jam dinding kelamaan.

Ini terakhir kali aku meratap.  Menundukkan wajah pada lebah yang lewat.  Aku tak punya sengat.  Memalingkan muka pada surai kuda yang berkibar.  Aku hanyalah penyombong barbar.

Aku tak mau meratap lagi.  Sudah saatnya aku menabrakkan keberanian pada ketakutan.  Tiba masanya aku meledakkan kegembiraan di kerumunan kesengsaraan.

Sampit, 25 Maret 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun