Takdirku adalah takdir kunang-kunang. Â Pemilik cahaya kecil yang berkedip genit pada malam. Â Aku tak diminta untuk menerbangi kegelapan. Â Namun diperintahkan memberi sedikit terang.
Takdirku adalah takdir elang. Â Menggaris udara dengan paruh setajam katana. Â Namun tidak merobeknya. Â Aku tak diminta menjadi sang perkasa. Â Hanya disuruh menjadi penguasa angkasa.
Takdirku adalah takdir kupu-kupu. Â Bersembunyi sebentar terhadap waktu. Â Tak ingin dianggap menakutkan saat masih menjadi ulat bulu. Â Keluar dari persembunyian ketika sepasang sayapku telah menjadi lukisan.
Takdirku adalah takdir hyena. Â Meludahkan air liur kebuasan. Â Ke tanah yang butuh keseimbangan. Â Aku setara dengan singa. Â Tapi aku tidak menganggap diriku raja.
Takdirku adalah takdir lebah. Â Berburu warna bukan berburu bunga. Â Aku menyecap bukan menghisap. Â Aku hanya menyengat jika rumahku diganggu. Â Karena itu sama saja dengan membunuhku.
Takdirku adalah takdir kata. Â Menyusun kalimat sependek umpatan dan sepanjang jalan pulang. Â Aku berteriak untuk mengingatkan. Â Aku bertanya daripada meraba-raba. Â Aku berdiam bila bilahku terlalu tajam. Â Aku tak mau melukai. Â Aku hanya ingin mencintai.
Sampit, 25 Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H