Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Doa Serumpun Bambu

21 Maret 2018   16:38 Diperbarui: 21 Maret 2018   16:52 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: wiranurmansyah.com

Serumpun bambu di depanku. Bergerak tak tentu arah di guncang angin yang rendah. Nampaknya mereka sedang berdo'a. Tapi tak tahu ditujukan kemana.

Bukankah do'a juga seperti udara. Merambat kemana-mana mencari Tuhannya. 

Menyusupi benak yang bersemak karena dosa. Menggelungi lidah yang berbisa karena banyak bicara. Mencuci mata yang berjelaga karena sering melihat hal tercela.

Tak ada tanda seperti apa apabila do'a itu bertemu yang dicarinya. Sebuah halilintar yang menggelegar. Ataupun suara sehening kuburan. Tak ada apa-apa. Sekosong ruang hampa.

Rumpun bambu itu berhenti menari-nari. Do'anya telah tersampaikan. Isi do'anya cukup rahasia. Hanya orang-orang yang paham cinta saja yang sanggup merasakannya.

Jakarta, 21 Maret 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun