Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kupu-kupu Monarki

17 Maret 2018   18:51 Diperbarui: 17 Maret 2018   19:00 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Kupu-kupu Monarki

Sepasukan besar kupu-kupu monarki. Mendekorasi ulang langit lepas dengan warna kuning dan coklat. Melapisi biru dan abu-abu. Jadilah setengah warna bianglala tersaji di musim semi.

Empat generasi melanglang buana. Melintasi dua benua. Tiga kali harus bermetamorfosa. Memutar balik kehidupan seperti jeruji sepeda.

Terbayangkan lelahnya. Sepasang sayap selembut kata-kata pujangga. Terbang dikejar angin dingin.  Meliuk-liuk dari terkaman para pemburu. Harus tiba segera. Ada cinta menunggu di sana.

Keajaiban selalu tersaji sebagai fragmen yang terhidang di meja perjamuan milik Tuhan. Diramu sempurna dengan resep serumit pantulan kaca. Tidak mengada-ada. Karena sesungguhnya memang ada.

Bogor, 17 Maret 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun