Aku mendo'akanmu dimulai dari begitu kamu mulai menali sepatu. Â Mengambil tas lalu mencium tangan ibumu. Â Mengucapkan salam dengan berteriak di antara angin yang mengibarkan jilbab kecilmu, do'akan aku ibu!
Aku mendo'akanmu di saat kau sedang bergelut dengan buku-buku. Â Menyesap pelajaranmu seperti tarian kupu-kupu. Â Berkelana dari bunga ke bunga sembari memamerkan keindahan sayapnya kepada dunia.
Aku mendo'akanmu ketika kau pulang dari sekolah dengan wajah lesu. Â Mencium pipi ibumu dan berkata, aku lelah ibu. Â Matematika itu sungguh menguras sarapanku.Â
Aku mendo'akanmu waktu kau memulai tidurmu dan mempersiapkan mimpi di sisa malam. Â Mimpi yang aku titipkan kepadamu adalah mimpi tentang bulan dan matahari. Â Keduanya akan membawamu kepada cahaya yang berbeda. Â Namun semua dengan langit di bawahnya.
Itu artinya bercita-citalah setinggi di atas langit. Â Jangan berhenti hanya di bawah awan. Â Kamu akan kehujanan. Â Aku mendo'akanmu menjadi cahaya keduanya anakku.
Ingat satu hal saja. Â Kala kamu mencium tangan dan pipi ibumu. Â Itu berarti separuh surga telah menurunkan tangganya. Â Jangan sia-siakan hanya karena kamu makin dewasa dan ibumu semakin menua.
Aku mendo'akanmu dari sini. Â Dari tempat ayah sedang menuliskan sejumlah puisi. Â Ini untuk bekalmu nanti. Â Di saat kamu ingin melihat pelangi, Â puisi itu kelak bisa meneteskan hujan. Â Kamu hanya tinggal minta bantuan matahari. Â Jatuhkan sinarnya di rintik cuaca yang sedang temaram.
Jakarta, 14 Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H