Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pilu

14 Maret 2018   10:30 Diperbarui: 14 Maret 2018   10:37 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: sains.kompas.com

Bulan itu menatap gagu. Ke arah pohon nira yang mulai kehilangan gula. Hara yang jadi makanannya sungguh pahit. Terlalu banyak bercampur dengan plastik dan pestisida.

Sebelum purnama. Semestinya ada sedikit rasa manis yang biasa diberikan Nira. Diaduk oleh lembut cahayanya. 

Orang-orang memerlukan cahaya yang tidak seadanya. Hidup seruncing pucuk cemara. Jangan sampai patah hati hanya karena purnama yang dinanti merajam hati.

Pilu sekarang adalah makanan penutup. Setelah menikmati lara sebagai cicipan pembuka. Dan pecahan kaca di jamuan utamanya.

Bulan itu menjadi ragu. Harus mencari cara agar purnamanya tidak semenjana. Para pencari cinta tidak boleh kehilangan apa yang dicarinya. Seumur hidup itu yang ditunggu mereka.

Bogor, 14 Maret 2018 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun