Untuk kesekian kali. Â Aku bersyukur bisa menjumpai pagi yang selalu menyediakan waktu bagi sepotong kegelisahan agar dituntaskan dengan secangkir kopi. Â Melarut bersama setuangan air panas dan bubuk sehitam jelaga pantat kuali.Â
Uapnya meliuk-liuk seperti tarian dupa orang Cina yang sedang melakukan upacara di sebuah kelenteng tua dengan kebaikan sebagai penontonnya. Â Sebuah patung naga lengkap siap menerbangkan kepasrahan kepada Thian ibarat adukan demi adukan sebelum kopi itu sempat untuk disesap.
Ada sedikit suara istimewa di antara suara lainnya. Â Suara itu menggiring angin menerobos jendela kamar yang masih enggan kubuka. Â Aku sedang menikmati kemalasan dan pura-pura. Â Nanti saja.
Namun suara itu ternyata bisa menyusup jauh ke dalam telinga. Â Suara yang berasal dari semua bahasa di dunia. Â Suara yang mempunyai arti sama; Ingatlah selalu akan lupamu pada waktu. Â Sebelum waktu enggan mengingatmu lalu melupakanmu.
Untuk kesekian kali. Â Aku berterimakasih pada pagi yang selalu berhasil menggali bermacam lupa di kepala. Â Menempatkannya dalam rak-rak ingatan. Â Semua janji harus disempurnakan.
Jakarta, 9 Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H