Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Desau Daun Cemara

6 Maret 2018   13:25 Diperbarui: 6 Maret 2018   13:30 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Cahaya belum lagi sempurna.  Seperti cintanya yang juga belum paripurna.  Kepada pagi yang gelagapan.  Terlambat membangunkan embun yang keburu menghilang.  Padahal ada sebuah pesan yang harus disampaikan.  Basahi keringnya hatiku.  Sebelum terbakar panas hingga tuntas.

Ini sungai bukan telaga.  Ujar batu yang menggelinding tergesa.  Dibawa arus dari jeram yang menganga.  Sebelum tenggelam di dasar sebuah tikungan berbahaya.

Desau daun cemara memilih sebuah cerita tentang pulangnya seorang lelaki kepada cintanya.  Setelah berbuku-buku tulisan yang dinyawai oleh simpul mati.  Kemudian menamatkan kisahnya dengan tanda titik sesudah koma berlama-lama.

Jakarta, 6 Maret

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun