Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Fragmen Dua Hati yang Samar-samar

24 Februari 2018   00:24 Diperbarui: 24 Februari 2018   00:34 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kau meletakkan kepalamu di bahuku.  Kau bilang ingin menyandarkan letihnya masa lalu.  Katamu ini terlalu berat.  Kataku itu karena kau lupa terhadap ingat.

Setelah sempat bergumam dengan kata-kata yang tak mau kau sudahi.  Kau meraut angin di depanmu dengan cibiran.  Kau bilang angin itu tak lebih dari tiupan udara binal.  Aku bilang kau keterlaluan, tak sadarkah kau bahwa tiupan itulah yang mempermainkan rambutmu sampai menampar mukaku hingga aku merasa inilah keindahan yang janggal.

Kau berdiri melepaskan diri.  Ada sesuatu yang kau pikirkan dengan dalam.  Ujarmu pelan, petang ini sungguh tak mau memihak.  Pada sepotong hati yang terlunta-lunta lalu mengembara.  Ujarku tak kalah pelan, itu karena kau lebih memilih penjara daripada pergi ke surga atau neraka.

Kau seolah hendak memaki.  Kata-kata berbisa hampir meluncur keluar dari bibirmu yang mengerucut.  Tapi kau berhenti.  Malah mendekatiku lagi.  Berbisik, kau bedebah tak berhati.  Aku balas berbisik, aku begini setelah cintaku kau adili dalam peti mati.

Kau nyaris berteriak.  Suaramu bergetar.  Serasa menggelegar dan membuat telinga semesta pengar.  Aku tak gentar.  Aku meraihmu dalam pelukan samar.  Aku adalah lebah yang kau biarkan terlantar.

Jakarta, 23 Februari 2018

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun