Kau bilang bahwa tungku di hatimu mulai menyala. Â Beberapa perkara telah memantiknya begitu tiba-tiba.Â
Perkara-perkara yang termasuk dalam daftar bencana;
Kau menuduhku pencumbu waktu. Merayu pendulum yang bergerak tetap agar sejenak membatu. Sehingga waktu lalu menjadi milikku.
Kau anggap aku penadah gelisah. Berencana menandai setiap jejak hujan yang basah. Lalu menjadikannya serangkaian kata manis yang bersepah.
Kau mendakwaku menggantikan peran Rahwana. Punya sepuluh wajah dengan sepuluh kepala. Di balik setiap sumpahku, kau sebut sebagai sandiwara.
Kau sangka aku pengkhianat hati. Menawarkan mimpi yang berapi. Kemudian menyiraminya kembali hingga padam dan mati.
Beberapa perkara itu mendudukkan aku di kursi depan serambi dengan mata berpecahan kaca dan hati terjengkang masuk jeruji. Â Sementara di hadapanku hujan yang datang menderu seolah berusaha menangkapku.Â
Aku tak hendak menjawab perkaramu. Kau tahu persis seperti apa jawabanku.Â
Bogor, 4 Januari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H