Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Surat untuk Melati (14)

24 Januari 2018   16:20 Diperbarui: 24 Januari 2018   16:25 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Cukup lama aku berdiam diri.  Tidak menuliskan kata-kata bersayap, berbunga maupun berduri.  Itu karena aku sedang berdamai dengan senyap, air dan matahari.  Ini prakata dariku untuk memulai rangkaian panjang surat ini kembali.

Aku sedang berada di depan angin yang bergelombang tipis.  Membawa wangi aneh bunga pinus hingga ke dasar lembah.   Aku sedikit terheran-heran karena wanginya menusuk hati.  Mungkin karena aku berharap yang datang adalah wangi musim kopi.

Tapi tak apa.  Kau tentu paham seperti apa wangi bunga pinus yang pernah menoreh kenanganmu pada sebuah bukit kecil di Sukabumi.  Bukit yang dikerumuni agathis dan merkusii.  Tempat kau mengadukan cintamu yang belum ketemu.  Tempat kau menghitung anakan meranti yang tersesat jauh hingga kesini.  Juga sebuah tempat dimana kau berusaha keras tidak menggigil ketika dijatuhi pagi.

Sampit, 24 Januari 2018

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun