Aku memanggil namamu pagi ini dengan bahasa bunga sepatu terhadap embun yang membuatnya mekar. Â Membawa sepenuhnya kemesraan bersama wangi tipis yang berhamburan.
Aku membisikkan kerinduan padamu selirih bisikan angin kepada hangat yang dilahirkan sejak dinihari oleh para pecinta malam. Â Ibarat lanun yang menyisir samudera lalu menemukan putri pujaan di kapal yang dirompaknya.
Aku mengatakan rasa cinta padamu lewat tatapan passiflora terhadap cahaya yang membuat harinya sungguh berbinar. Â Memenuhi ruang-ruang hati yang dihadirkan secara cuma-cuma berulangkali.Â
Aku menuliskan puisi untukmu dengan kalimat yang diciptakan para pujangga terhadap tanah airnya. Â Begitu mendamba penuh cinta selayaknya halilintar terhadap pucuk pepohonan yang menjulang tinggi di atas bumi. Â Datang tanpa rasa gentar dan menjemput dengan tak sedikitpun lutut gemetar.
Aku membacakan sajak untukmu dengan suara terbata-bata seorang balita terhadap ibunya. Â Menggambarkan betapa dahsyatnya rasa kasih yang tak pernah keliru hanya karena dunia yang selalu mengharu biru.
Jakarta, 10 Januari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H