Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi di Genangan Hujan

6 Januari 2018   14:25 Diperbarui: 6 Januari 2018   14:53 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sama sekali tak bisa dihindari.  Menuliskan puisi tentang selokan ketika sedang berada di genangan sisa hujan.  Karena khayalan langsung menarikan kesempurnaan.  Bagaimana caranya melarikan air melalui jalan-jalan yang sama sekali tak berlubang.  Menuju tempat yang seharusnya di antara bintang-bintang.

Manakala bintang-bintang itu meredup karena tertutup kabut di permukaan.  Ada saatnya meminjam cahaya kunang-kunang.  Sebentar saja.  Hanya untuk menerangi pekatnya hati.  Sebelum kembali memekarkan angan-angan yang terpasung dalam diri.

Sajak-sajak yang merebakkan airmata lautan akan bermunculan.  Betapa terharunya menerima kasih yang dikirimkan sungai-sungai.  Betapa bahagianya mendapatkan cinta tak terbatas dari air tawar yang tak lagi hambar.  Setelah sekian lama menyusut surut di negeri yang dihuni para penakut.

Bogor, 6 Januari 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun