Sama sekali tak bisa dihindari. Â Menuliskan puisi tentang selokan ketika sedang berada di genangan sisa hujan. Â Karena khayalan langsung menarikan kesempurnaan. Â Bagaimana caranya melarikan air melalui jalan-jalan yang sama sekali tak berlubang. Â Menuju tempat yang seharusnya di antara bintang-bintang.
Manakala bintang-bintang itu meredup karena tertutup kabut di permukaan. Â Ada saatnya meminjam cahaya kunang-kunang. Â Sebentar saja. Â Hanya untuk menerangi pekatnya hati. Â Sebelum kembali memekarkan angan-angan yang terpasung dalam diri.
Sajak-sajak yang merebakkan airmata lautan akan bermunculan. Â Betapa terharunya menerima kasih yang dikirimkan sungai-sungai. Â Betapa bahagianya mendapatkan cinta tak terbatas dari air tawar yang tak lagi hambar. Â Setelah sekian lama menyusut surut di negeri yang dihuni para penakut.
Bogor, 6 Januari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H