Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Berdiri di Hadapan Pahit

18 Desember 2017   12:54 Diperbarui: 19 Desember 2017   11:04 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku di bibir samudera  
Meramu angin dengan pasir
Di ceruk pesisir yang semakin tersingkir
Terdesak oleh lumpur dan sisa terumbu yang terdampar  
Air laut memekat  
Minyak dan sampah saling melekat  
Ujung buih tak lagi putih
Ombak bergulung tertatih-tatih 

Aku di pinggiran hutan
Membuka cadar semak dan rotan
Tertinggal hanya padang belukar
Para raksasa telah bertumbangan
Gajah, Harimau dan Orang Utan
Berserabutan melarikan diri
Jauh ke dalam belantara yang tinggal sebesar panggangan roti
Menunggu hangus dalam hitungan hari

Aku di bekas persawahan
Berjumpa burung-burung pipit yang terlantar
Meja perjamuannya sekarang berubah menjadi beton, baja dan rasa lapar
Keahliannya berburu, merampok dan melanun habis terbakar
Bulir padi menjelma remah-remah besi
Para petani merubah diri jadi kuli
Pagi yang biasa berkicau
Kini hiruk pikuk menuju kacau

Berdiri di hadapan pahit
Nyatanya bumi semakin sakit
Terbaring, tersayat dan berlubang
Menunggu zaman memanggilnya pulang

Jakarta, 18 Desember 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun