Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Syair Tak Berujung

19 Oktober 2017   21:12 Diperbarui: 19 Oktober 2017   21:16 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apabila syair terus mencari-cari di mana letak cinta.  Tak akan ada habisnya syair akan membanjir.  Cinta adalah gelombang rasa yang bisa ditemukan di mana-mana. 

Di sinar mentari yang menerobos celah pagi, ada cinta embun kepada dedaunan, menabung kesejukan sebelum kepanasan.  Di tubuh sungai yang menuruni pinggang gunung, ada cinta air kepada bumi, memberi basah sebelum kekeringan.  Di selasar rumah sakit, ada cinta ibu kepada bayinya, mempertaruhkan nyawa sebelum kehidupan baru meledakkan tangis pertama.

Di pantai yang digaduhi pasir dan kepiting baku dekap, ada cinta saling menatap, mengalirkan sengatan tanpa aba-aba.  Di penghujung malam ketika hanya hening yang bersuara, ada cinta manusia kepada Tuhannya, membuktikan diri sebelum ditagih janji.

Syair dituliskan tanpa akhir.  Bermula namun tak berujung.  Sampai kelak tak lagi mencari apa-apa.  Kecuali cinta kepada Tuhannya.

Kualanamu, 19 Oktober 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun