Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tentang Kemarau

28 Agustus 2017   18:06 Diperbarui: 28 Agustus 2017   18:23 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tak hendak ku disuruh menghujat.  Serombongan terik yang datang tidak salah alamat.  Ini saatnya kemarau.  Saat matahari membawa panas yang tak mungkin dihalau. 

Sesungguhnya ini salah satu keajaiban musim.  Setengah bumi digaris lazim.  Panas bukanlah malapetaka.  Apalagi semenjak banjir air juga mengalirkan airmata.

Kemarau panjang akan selalu datang setelah hujan yang panjang.  Saatnya para petani memanen garam.  Sambil menunggu padi menemui bernas bulirnya matang. 

Selalu ada gairah ketika musim berganti.  Seperti saat membenahi isi laci.  Menemukan kunci untuk membasahi keringnya hati.

Jakarta, 28 Agustus 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun