Sependek kalimatmu waktu menggerutu pada rumpun bambu yang saling bergesekan menyanyikan nada nada pilu.Â
Berhentilah menyayat hati! Aku pemimpi yang sudah bangkit dari tidur panjang ribuan hari!
Sepanjang kalimatmu saat sayap kupu kupu membawakanmu manisnya madu dari sarang yang dibangun para lebah pekerja beribu ribu.
Manisnya ini sudah terbaui. Â Cecapan pertama membuka mata. Â Rasa berikutnya menggelontor jiwa dengan lekat dari perekat yang hanya bisa diketahui ketika hati tertandai. Â Tidak ada cecapan terakhir. Â Karena manis madunya tak akan pernah berakhir. Â
Panjang pendek kalimatmu laksana air bah menghantam kesendirian yang sengaja menyepi menunggu pagi. Â Seperti gerakan ular memanjat akar. Bagaikan nada staccato merayapi gedung opera. Â Menghanyutkan kotoran berupa kegelisahan ke selokan remang remang.
Karena kamu sudah hafal dengan lafal lafal perjuangan...
Bogor, 27 Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H