Jika kau ingin tahu apa yang kumau saat ini. Â Aku mau meraih suluran rotan. Memangkas duri durinya dengan sebelah tanganku. Â Sebelahnya lagi aku gunakan untuk memintal api.
Duri durinya aku rantai bersama kemarahanku. Â Aku panasi dalam jilatan api. Â Bukan untuk menghukummu. Â Namun sekedar mengingatkan apa arti ngilu.
Aku tahu kamu akan memohon kepada hujan. Â Agar tiba tiba datang. Â Memadamkan api sekaligus marahku. Â Aku juga paham kamu akan bersekutu dengan getah damar. Â Agar menumpulkan tajamnya duri dan hati.Â
Apa kamu lupa. Â Aku adalah sungai, danau dan banjir. Â Tak mempan jika hanya getah dan hujan untuk menghalangiku. Â Kamu harus menjadi bendungan, bukan sekedar pematang. Â Kamu harus terbuat dari sengat marabunta, bukan sekedar tanah kering merana.
Tunjukkan beberapa pintas jangan sekilas. Â Apa arti maaf bagi kemarau yang tak tuntas. Â Setelah hujan badai menenggelamkan semua tunas.
Jakarta, 21 Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H