Andar mencabuti rumput yang tumbuh liar di atas makam ibunya. Â Beberapa tetes airmatanya jatuh di tanah. Â Penyesalannya begitu dalam di sore menjelang takbiran. Â Ibunya pergi tepat lima tahun yang lalu. Â Meninggalkan serpihan duka yang tak pernah terhapus dari kenangan Andar sekalipun sudah sekian lama.
Ibunya ibarat matahari baginya. Â Selalu menghangatkan perasaan. Â Seorang ibu yang rela mengorbankan segalanya bagi anak anaknya. Â Andar semakin terisak sambil menggenggam erat tangan adiknya, Ayu, yang hanya termangu mangu. Â Wajah Ayu terlihat pucat. Â Tidak ada setitikpun airmata di situ. Â Namun pandangannya sangat sayu. Â Menggambarkan bagaimana rasa hatinya saat itu.
Andar memeluk adiknya yang sekarang tersenyum. Â Itu senyum tulus ibunya. Â Andar menggigil. Â Dia seolah melihat ibunya sedang duduk di sampingnya.
Andar melayangkan pikirannya ke tahun tahun saat ibunya masih hidup dan saat menjelang kepulangannya ke haribaan Illahi.
"Sudah takdir Ayu harus mengalami sakit seperti ini. Â Ibu sudah mengorbankan semuanya untuk Ayu. Â Tapi tidak untuk kesehatan ibu juga. Kami anak anakmu yang lain membutuhkanmu ibu. Â Sudah cukup bu..." Andar berucap sambil memandang ibunya yang terbaring di kursi rumah sakit. Â Tepat di samping Ayu yang tidak sadarkan diri sekian lama. Â Selang selang infus dan obat saling bersilangan di hidung, leher dan dadanya. Â Hanya grafis fluktiatif di layar monitor yang menunjukkan bahwa Ayu masih hidup.Â
Ayu terlahir dengan banyak kelainan di tubuhnya. Â Ayu tidak bisa bicara, tidak bisa mendengar, Â hatinya juga bermasalah. Â Mengalami pembengkakan. Â Keluarga Ayu, terutama sang ibu, berusaha keras dengan segala upaya agar Ayu tetap hidup walau dibantu dengan banyak peralatan dan mesin bantu. Â Ibu tidak mau mesin penopang kehidupan Ayu dicabut. Â Meskipun dokter sudah berkali kali menjelaskan bahwa Ayu tidak punya harapan sembuh sama sekali. Â Ayu hanya bisa menjalani hidup dengan dibantu oleh mesin penunjang kehidupan.
Ibu bersikukuh Ayu tetap harus ada dan bisa dilihat. Â Tidak peduli kekayaan yang diwariskan sang ayah harus terkuras habis habisan. Â Ibu bertekad sampai ujung manapun Ayu harus tetap bersamanya. Â Meski itu sebatas di kamar rumah sakit.Â
Ibu akhirnya menghabiskan masa masa berbulan di rumah sakit. Â Menemani Ayu. Â Membersihkan tubuh Ayu saat pagi, siang dan malam. Menemani di sampingnya ketika waktunya tidur. Â Setelah sebelumnya membacakan buku cerita walau tahu Ayu tidak akan bisa mendengar.
----------
Ketika sedang menjalankan tugas kantor di luar kota, Andar kaget luar biasa setelah mendengar berita dari dokter yang merawat Ayu bahwa Ayu sudah diperbolehkan pulang dalam keadaan pulih. Â Andar sangat gembira. Â Ini keajaiban pikirnya.
Buru buru pulang ke rumah untuk mendapati si adik bungsu duduk di kursi roda dan menatapnya dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. Hanya menyerahkan secarik kertas bertuliskan;