Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sempurna

22 Juni 2017   00:16 Diperbarui: 22 Juni 2017   00:22 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semakin siang dan sore pengunjung semakin berjubel.  Ada satu lukisan yang menjadi pusat perhatian.  sampai sampai orang orang harus antri untuk melihatnya.  Lukisan Shandy dengan judul Sempurna.

Selama pameran berlangsung, lukisan Sempurna menyita semua perhatian.  Lukisan itu benar benar nampak hidup.  Para kurator berpengalaman yang menilai memberikan label 10 pada penilaiannya.  Harga lukisan itu melonjak tajam dalam lelang.  Termahal dalam sejarah pameran galeri mewah tersebut.  Seorang konglomerat penggila lukisan tidak segan segan merogoh kantongnya dalam dalam agar bisa memiliki lukisan tersebut.  Dan dia berhasil memilikinya.  Besok saat pameran usai, dia berhak memboyong lukisan itu ke rumahnya.

Shandy bahkan belum memunculkan diri selama pameran yang menggegap gempitakan namanya itu.

--------

Seorang lelaki tua memasuki ruang pamer galeri pada sore terakhir pameran.  Dia langsung menuju lukisan cucunya yang menghebohkan dunia lukisan beberapa hari terakhir di senatero negeri.  Ditemani oleh direktur galeri yang adalah teman akrabnya.

Lelaki itu menatap lukisan itu dalam dalam.  Menelitinya dengan seksama.  Adakah kekurangan yang bisa disampaikan kepada cucunya.  Sama sekali tidak ada!  Lukisan itu benar benar sempurna!

Lelaki itu menatap lekat lekat pada mata sosok dalam lukisan.  Mata yang sangat hidup.  Senyum yang juga sangat hidup.  Sosok dalam lukisan ini seperti bernyawa.    

Wajah lelaki itu memucat!  Dia meraih telepon genggamnya.  Mengharap ada yang menerima panggilan teleponnya.  Wajahnya semakin pias. Meletakkan kembali telepon dalam sakunya.  Tepat ketika seorang polisi berlari lari hampir menabraknya. 

Polisi itu berbicara cukup lantang namun gemetar kepada direktur galeri yang sedari tadi menemani.

"Shandy ditemukan telah beberapa hari meninggal dunia di kamar kosnya.  Bunuh diri dengan mengiris pergelangan tangannya.  Yang aneh, dia seperti sengaja meneteskan darahnya pada lukisan yang sama persis dengan yang dipamerkan di sini.  Lukisan berjudul Sempurna......"

Lelaki tua kakek Shandy menundukkan kepalanya dengan sedih.  Cucunya mengikuti nasihatnya dulu.  Shandy benar benar menyerahkan hidupnya agar lukisannya bernyawa.  Nyawa itulah yang membuat lukisannya sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun