Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pelajaran

6 Juni 2017   18:39 Diperbarui: 6 Juni 2017   21:02 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adzan magrib sore ini. Tuhan memperkenalkan padaku. seorang ibu menggendong anaknya sambil mendorong gerobak dagangan. Sedang suaminya mendorong gerobak lain di depan. Di tengah tengah kemacetan. Yang mendirikan bulu roma. Menggelapkan hati dan memanaskan kepala.

Aku jadi merinding. Membayangkan bocah kecil itu aku. Ibu itu adalah ibuku. Membelah kerumunan para hulubalang dan panglima. Yang sedang berbuka dalam mobil mobil nyamannya.

Arti sebuah perjuangan. Mudah saja kita temukan. Ketika kita menujukan mata. Pada sekeliling kita. Bukan pada dashboard dan meluncurnya serapah memaki lalu lintas yang berhenti.

Dunia terlihat seperti tak adil. Padahal si ibu dengan tenangnya mencoba mendinginkan si kecil. Sambil tetap tersenyum lebar. Allah tetap Maha Besar. Begitu katanya sabar.

Aku membanting keangkuhan ke selokan. Biarlah larut bersama comberan. Ibu itu mengajarkan bagaimana sederhananya kehidupan. Betapa dekatnya rasa syukur berkelimpahan.

Jakarta, 6 Juni 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun