Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menggenapkan Ganjil

5 Juni 2017   23:03 Diperbarui: 5 Juni 2017   23:24 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Menggenapkan ganjil berlalu lalang tak bertimbang.  Muka nyalang kegelapan meraba tangan tangan gerimis.  Menyisihkannya dari pandangan menghalangi sinar bulan.  Memang, malam ini pemandangan tak menyenangkan.  Tapi itulah hidup jika sedang berhitung hitungan.

Urat syarafku merintih meminta mimpi.  Hampir pula dinihari.  Tapi mataku malah mengusap pedas untuk terbelalak lagi.  Berharap dunia masih terjaga,  menemani hingga teriakan sahur bergema gema.

Betapa gelak terbahak bahak.  Terdengar di selasar bumi yang besar.  Para pengkhayal sedang berpesta pora.  Menciptakan kata demi kata tanpa sedikitpun mau berjeda.  Membuatku terbelalak semakin lebar.  Ini adalah kekacauan yang kuinginkan.

Jadi? Apakah gelombang kejut ini akhirnya mengatur kapan waktu tidur harus terkalahkan.  Oleh bayangan bayangan bening tak terbaui asap dupa?  Bisa saja.  Mungkin juga. Tak perlu ditanya.

Jakarta, 5 Juni 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun