Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjalanan Lahir Batin Prolet; Surga Ada di Bakiak Ibu

25 Mei 2017   21:40 Diperbarui: 25 Mei 2017   23:14 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Taxi meluncur mulus membelah kota Solo yang masih tertidur.  Meski begitu, sudah nampak percik percik kecil kehidupan di kegelapan.  Emak emak berusia senja mendorong sepeda angin yang ada bronjong kosong untuk berjulan sayur di boncengannya.  Menuju pasar induk kota Solo untuk berbelanja.  Prolet tak berkedip melihat pemandangan itu.  masih ada kehidupan tradisonal di jaman kontemporer seperti sekarang.  Ini seperti sedang menonton pagelaran wayang kulit di panggung besar Taman Ismail Marjuki dengan para penonton duduk manis di jok lembut deretan mobil modern di tempat parkir.

Begitu tiba di RS Dr. Oen Solo, setelah membayar taxi, tergesa gesa Prolet masuk menuju meja recepsionis.  Setelah bertanya tanya dengan cepat, Prolet masuk lift menuju kamar tempat si mbok nya dirawat.

----

Prolet memelankan langkah kakinya yang kali ini mengetuk lantai rumah sakit dengan nada nada Fur Elise Beethoven.  Sebelum masuk ke bangsal kelas 3 rumah sakit kamar nomor 308, Prolet menyempatkan diri mengintip ruangan.  Sepi.  Dibukanya pintu selembut mungkin.  Ada 8 tempat tidur perawatan di ruangan ini.  Semuanya terisi. 

Prolet memandangi satu persatu para pemilik sementara tempat tempat tidur.  Matanya berhenti di sudut ruangan.  Terlihat si mbok nya terbaring berselimut.  Prolet mendekat.  Si mbok nya tidur dengan pulas.  Wajahnya yang dipenuhi guratan perjuangan hidup terlihat damai dan tenang.  Prolet menyentuh tangan si mbok nya.  Mendekatkan muka dan menciumnya dengan lembut dan takzim.  Lama.

Terdengar gerakan lemah dan batuk pelan.  Prolet mengangkat mukanya yang basah oleh keringat dan airmata.  Si mbok nya sudah terjaga sambil memandangnya penuh rindu. Menarik Prolet dalam pelukannya yang kuyu sambil berucap setengah berbisik.

“Akhirnya kamu datang juga nak.  Terimakasih Gusti....”

----

Prolet tidak mampu berkata apa apa.  Semua suara tersangkut di tenggorokan.  Sedikit saja dia bersuara, pastilah sedu sedan yang akan mengudara. Prolet membantu si mbok nya duduk.  Masih memegang tangannya yang menghangat dengan cepat.  Tangan keriput yang puluhan tahun menjaganya tetap hidup dalam limpahan kasih ibu.   

Sebelum Prolet bertanya tanya, si mbok nya bercerita bahwa beberapa hari yang lalu si mbok nya ikut membantu memasak di dapur umum desa.  Ada longsor di desa sebelah.  Banyak rumah tertimbun.  Banyak pengungsi harus tidur di tenda tenda darurat.  Untungnya tidak ada korban jiwa.

Beberapa hari si mbok nya membantu para relawan.  Tidur di tenda darurat juga.  Memasakkan para pengungsi yang kehilangan tempat tinggal.  Jumlahnya ratusan orang.  Benar benar kecapean.  Pada ujung minggu yang sama akhirnya si mbok nya jatuh pingsan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun