Medan hujan deras sekali neng. Â Itu seperti para para langit dirobek robek paksa. Â Air ditumpahkan begitu saja. Â Aku curiga Malaikat sedang marah. Â Orang orang bermaafan menuju bulan Ramadhan. Â Lalu Malaikat timbul pertanyaan. Â Jika tidak Ramadhan apakah orang juga mudah bermaafan?Â
Neng, hujan itu mengaliri jalanan seperti ular yang sedang mencari jalan pulang. Â Berharap bisa menemukan got atau selokan. Â Kekasih setia yang mengantarnya hingga ke lautan. Â Tidak berharap banyak akan bisa langsung bersentuhan dengan tanah. Â Tempatnya bisa memberi minum kawanan cacing tanah.Â
Kasihan neng, yang ditemukan ternyata jauh dari harapan. Â Beton dan aspal menghadang dengan segala kekekaran. Â Ketika selokan ditemukan, banyak para penghuni gelap berhamburan. Â Sampah, plastik dan sisa sisa apa saja. Â Tentu saja perjalanannya terhadang.
Geram tak tertahankan. Â Amarahnya meluap. Airnya meluap luap. Dihempasnya segala yang di hadapan. Â Namun masih dengan hati pualam mengatakan;
Ini bukan dendam. Â Ini bukan hukuman. Â Ini adalah saat dimana seharusnya kau membuka mata kesadaran. Â Â
Medan, 24 Mei 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H