Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Surat untuk Neng (6)

8 Mei 2017   22:21 Diperbarui: 8 Mei 2017   22:30 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Selamat malam neng.  Ceritaku kali ini agak sedikit rumit.  Aku serasa sedang melangkahkan kaki di pendulum waktu.  Tubuhku tak berbobot.  Seringan kabut.  Sehampa ruang tak bergendang telinga.

Aku sedang mencicipi ekor komet yang menjauh.  Bertahun tahun aku menunggunya mampir di orbit bumi.  Ini seperti cita cita.  Sama ketika Mozart sedang bersamadi merenungkan kelahiran symphony no 25.

Aku yakin bahwa langit itu memang tidak mempunyai tepi neng.  Jika tidak, apakah ada jurang menganga sedalam kawah kawah pluto di sana?  Jika ya, sudah tentu itu adalah hukum Tuhan pada penciptaan semesta.

Sekarang aku menggigil neng.  Suhu udara mendingin seiring dengan kedatangan meteorit terbesar yang kisahnya akan menabrak bumi.  Bagaimana nasib ayam ayamku yang menyukai jagung yang tumbuh di bumi?  Seperti apa akhirnya daun, tomat dan labu-ku yang hanya berbahagia jika aku memetik mereka dengan melantunkan do’a do’a?

Ini semakin rumit neng.  Aku sudahi saja.  Selamat tidur neng. Jangan lupa berdo’a.

Jakarta, 8 mei 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun