Adalah jiwa terkepung kesunyian, dan mencoba mempertahankan diri dengan menabuh tetabuhan, yang berasal dari riuhnya gamelan dari segala kegelisahan. Â Berkumpul dan bersiap menyerbu tanpa ragu. Â Saat kau lengah melafalkan kalimat kalimat pembuka rindu.Â
Untuk sementara, percayakan pertahanan jiwamu, pada kekuatan yang dilahirkan oleh keangkuhan. Â Memang tak akan bertahan lama. Percayalah, Â angkuh itu rapuh.Â
Berikutnya, yakinkan hatimu untuk mempersenjatai diri. Â Dengan remah remah yang terkumpul dari kelembutan dan kepedulian. Â Pada paruh prenjak yang terkunci karena lupa kata merdu. Â Pada cicit anak ayam yang baru saja membuat retak cangkang telurnya. Â Pada seringai serigala yang putus asa karena kehilangan mangsa, padahal selusin anaknya sedang menganga mengecap udara.Â
Jiwa yang terlalu ramai. Â Sulit dibedakan dengan hati yang terlalu sunyi. Â Keduanya diikat oleh jam pasir yang berdesir. Â Bagian satu terisi, bagian lain terkurangi. Â Kau pangkas ramaimu, maka tumbuhlah sepimu. Â Kau isi penuh jiwamu, maka kosonglah hatimu.
Jakarta, 6 April 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H