Mohon tunggu...
Millian Ikhsan
Millian Ikhsan Mohon Tunggu... Konsultan - Advisor

Belajar menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Toleransi Rendah

4 Januari 2025   20:28 Diperbarui: 4 Januari 2025   20:28 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toleransi, Sumber : Freepik.com 

Saya baru menyadari bahwa selama ini belum pernah mengajarkan konsep toleransi secara baik dan mendalam kepada anak saya. Bukan hanya itu, mungkin juga belum pernah memberikan contoh yang benar. Toleransi si anak laki-laki yang bungsu ini ternyata bisa dibilang cukup rendah.

Si anak yang baru sebulan kost diluar kota, untuk mulai tahun pertama kuliahnya, tiba-tiba di suatu malam minggu mengirim pesan WA.

Isinya, "Sialan nih, ini tetangga kamar sebelah, aku lagi mau fokus baca buku, eh malah nyanyi-nyanyi. Mana keras banget, mana pintu kamarnya dibuka lebar. Aku tegor aja apa ya?"

Tentu saja seketika saya dan istri langsung memberikan pandangan kami, agar jangan buru-buru marah. Sabar aja, toh ini malam Minggu. Jangan cari masalah. Harus bisa menahan diri, dan sabar.

"Kamu kan berencana untuk stay lama di kost ini kan?" Demikian salah satu jawaban saya melalui WA.

Kejadian malam ini membuat saya mencoba mengingat-ingat pernahkan ada sesi yang cukup serius dan intens yang pernah saya lakukan dengan anak saya ini, mengenai tolerasi. Sejauh mana seharusnya kita memiliki sikap toleran, dimana batasnya, dan bagaimana mengelola emosi ketika berhadapan dengan situasi yang tidak diinginkan.

Jangan-jangan sebenarnya saya lah orang yang memiliki toleransi rendah yang kemudian menularkan standar ini kepada anak ini. Saya belum pernah terpikir akan hal ini sebelumnya. Saya merasakan sebuah tamparan di pipi.

Kemudian saya lanjutkan penelaahan pikiran ini, bisa jadi saya tidak pernah membekali si anak, bagaimana perbedaan dan bagaimana seharusnya bersikap ketika tinggal dirumah dan bagaimana tinggal di luar rumah.

Saya sering berprinsip, bahwa salah satu taktik mendidik anak adalah membiarkan anak ini mencari sendiri, jalan keluar dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Kalau kepentok maka tidak ada cara lain selain bertahan dan terus mencari jalan keluar. Mungkin istilahnya ketika kenyataan ternyata tidak sesuai rencana, dan menggigit mu maka ini, akan menjadi pelajaran yang berharga. Reality Bites. Kenyataannya yang tertampar duluan oleh kenyataan, malah saya.

Batas toleransi sesorang mestinya akan sangat dipengaruhi banyak faktor. Bisa jadi kepribadian, penglaman, pendidikan, budaya dan berbagai hal lain. Ini semua akan membentuk value yang diyakini dan dijadikan acuan oleh seseorang. Berbagi pengalaman dan diskusi mengani faktor ini akan memberikan referensi bagi sesorang menyangkut batas toleransi ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun