Mohon tunggu...
Millati Azka Safitri
Millati Azka Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa -

mahasiswa FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat) Undip 2013 peminatan PKIP (Promosi Kesehatan) 2016 TCACom (Tobacco Control Advocation Community) FKM Undip

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bilik Laktasi: Pendongkrak Ekonomi Pedagang di Ruang Publik

30 September 2015   09:53 Diperbarui: 30 September 2015   10:45 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ruang publik tidak sebatas tempat berkumpul bagi para komuniatas pemuda. Setiap orang berhak mengambil bagian dalam menikmati ketersediaan ruang publik. Ruang publik kota adalah suatu tempat di lahan milik pemerintah yang dikelola untuk memberikan akses gerak aktivitas dan berkomunikasi masyarakat. Bentuk dari ruang publik bisa berupa alun – alun, taman, tugu bersejarah, hingga ruang publik yang berbayar seperti kebun binatang, gedung bersejarah dan taman bermain.

Di semarang ada banyak ruang publik. Namun sayangnya sebagai warga asli Semarang, saya masih belum bisa lengkap menyebutkan nama ruang publik yang ada di Kota Lupia ini. Mengapa demikian, karena memang ruang publik tersebut tidak memiliki ciri khas yang bisa mendongkrak popularitasnya.

Ruang publik yang sedikit peminatnya, disebabkan karena fasilitas yang tidak memadahi, seperti tempat sampah yang sulit ditemui, tempat duduk yang terbatas, hingga menyinggung soal keteduhan tempat tersebut. Masyarakat pastinya menginginkan tempat yang teduh, karena suhu di Semarang cukup panas. Fakta ini diperkuat dengan data RTH (Ruang Terbuka Hijau) Semarang yang masih 7,5% dari luas kota. Yang mana menurut Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang setiap kota  minimal memiliki RTH sebesar 30% dari total luasnya.

Ada tempat seperti Lawang Sewu, Tugu Muda, Simpang Lima, serta taman – taman lainnya di kota Semarang yang dibangun untuk memudahkan masyarakat berkumpul. Namun coba kita lihat kembali, bagaimana karakter masyarakat, sebagian dari mereka sangat ringan tangan untuk merusak keindahan ruang publik, contohnya mencoret – coret dinding atau bangku. Dengan terbatasnya luas yang tersedia, menjadikan kenakalan tangan orang – orang  tersebut tersorot langung oleh semua masyarakat yang mengunjunginya.

Perbuatan tangan jahil itu membuat ruang publik kota Semarang dinilai kurang bagi para masyarakat yang berasal dari luar Semarang.  Vandalisme ini membuat image ruang publik yang luasnya terbatas ini menjadi buruk. Akibatnya berpengaruh terhadap jumlah pengunjung, khususnya untuk ruang publik yang berbayar.

Pengunjung memiliki ekspektasi besar terhadap ruang publik yang akan mereka datangi, apalagi untuk ruang publik yang berbayar. Kenyamanan bisa diperoleh apabila ruang publik memenuhi kriteria. Yaitu keterseiaan bangku untuk duduk, kebersihan, kerindangan, toilet, tempat ibadah, juga kantin.

Fasilitas ruang publik secara umum sudah bisa difungsikan oleh pengunjungnya. Namun ada satu fasilitas dalam ruang publik yang saya usulkan, yakni bilik laktasi. Bilik laktasi merupakan suatu tempat tertutup yang berguna bagi seorang ibu untuk menyusui anaknya.

Ibu menyusui sebaiknya juga diberikan hak untuk dapat memanfaatkan ruang publik. Melalui bilik laktasi, ibu bisa dengan mudah menikmati refreshingnya. Bilik laktasi akan menjamin keberlangsungan program ASI eksklusif, juga memberikan perlindungan etika bagi ibu menyusui.

Ruang publik di kota Semarang biasanya dihiasi oleh para pedagang. Keberadaan ruang publik juga bisa menjadi lahan dalam mengais rejeki. Seperti yang kita tahu, wanita memiliki sifat konsumtif yang lebih tinggi daripada laki – laki. Kenyamanan fasilitas untuk wanita, termasuk ibu menyusui di dalamnya sangat penting. Secara tidak langsung hal ini dapat berpengaruh dalam sektor perekonomian Kota Semarang.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun