Mohon tunggu...
MILLA QONITA AZZAHRA
MILLA QONITA AZZAHRA Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha di Indonesia

20 Mei 2024   10:34 Diperbarui: 20 Mei 2024   10:49 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Model Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) awalnya berasal dari Amerika Serikat pada tahun 1950-an dan 1960-an, digunakan untuk pendanaan program pendidikan, utilitas, pembaharuan perkotaan, penelitian dan pengembangan di bidang teknologi. Di tingkat internasional, KPBU digunakan untuk kerjasama pemerintah dan badan usaha dalam memerangi penyakit, memperbaiki metode pertanian, dan mengembangkan ekonomi. Menurut Public Private Partnership Canada, KPBU adalah perjanjian kerjasama antara pemerintah dan badan usaha untuk menyediakan kebutuhan publik. Kerjasama ini melibatkan pembagian investasi, risiko, dan imbalan antara kedua belah pihak. Menurut Campanile dan NCPPP, KPBU adalah perjanjian kontrak di mana modal dan kemampuan pemerintah dan badan usaha digunakan dalam penyediaan jasa atau fasilitas untuk masyarakat umum. Australia menyebut KPBU sebagai PFP (Private Finance Project), yang mencakup penciptaan aset melalui pihak badan usaha untuk jangka waktu konsesi yang biasanya panjang.

Kontrak Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) adalah kontrak jangka panjang antara pemerintah dan Badan Usaha untuk merancang, membangun, mendanai, dan mengoperasikan infrastruktur umum. Badan Usaha memiliki hak pembayaran dari pengguna fasilitas selama masa berlakunya kontrak KPBU, yang bisa didapatkan dari pemerintah atau masyarakat umum. Pada akhir kontrak, kepemilikan fasilitas akan beralih ke pemerintah.

KPBU merupakan kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha, di mana Badan Usaha menyediakan pelayanan atau proyek kemasyarakatan dan bertanggung jawab atas risiko keuangan, teknis, dan operasional dalam proyek tersebut. Beberapa jenis KPBU mengharuskan pengguna pelayanan membiayai penggunaan pelayanan tersebut, bukan dari pajak. Namun, pada jenis KPBU lainnya (terutama inisiatif pendanaan swasta), investasi modal ditanggung oleh Badan Usaha sesuai kontrak dengan pemerintah, dan biaya pelayanan ditanggung sebagian atau sepenuhnya oleh pemerintah.

Keberhasilan proyek KPBU tergantung pada minat Badan Usaha/investor untuk berinvestasi dalam proyek tersebut. Ada empat faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kerangka proses KPBU dan perjanjian KPBU, yaitu komitmen pemerintah terhadap agenda KPBU, pemodelan dan proses lelang yang jelas, kerangka regulasi dan hukum, dan alokasi risiko yang adil. Langkah awal adalah komitmen pemerintah terhadap KPBU, yang memberikan jaminan kepada pihak penyandang dana selama proyek berlangsung. Skema perkeretaapian merupakan bagian penting dari kebijakan transportasi pemerintah dan memerlukan dukungan investor untuk mengambil bagian dalam skema tersebut. Prinsip utama dari program KPBU adalah alokasi risiko yang adil, di mana risiko dialokasikan kepada semua pihak dan dapat dikelola serta diterima dengan baik. Kerangka kerja hukum dan perundangan menjadi penting karena beberapa kesepakatan KPBU yang akan dikembangkan.

Pemerintah melakukan pengadaan fasilitas menggunakan dana dari pajak atau pinjaman masyarakat. Pengadaan ini dilakukan dengan bentuk rancang-tawar-bangun, dimana pemerintah menetapkan spesifikasi dan rancangan fasilitas serta meminta penawaran dari kontraktor. Pemerintah juga bertanggung jawab untuk membiayai konstruksi dan operasional fasilitas. Kontraktor hanya bertanggung jawab selama periode konstruksi.

Dalam Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), pemerintah menetapkan persyaratan 'output' dan Badan Usaha merancang, mendanai, membangun, dan mengoperasikan fasilitas untuk jangka waktu panjang. Badan Usaha menerima pembayaran selama kontrak KPBU berlangsung, yang digunakan untuk membayar pendanaan dan memberikan pengembalian kepada investor. KPBU memiliki beberapa risiko, seperti risiko terkait proyek, risiko terkait pemerintah, risiko terkait klien, risiko terkait desain, risiko terkait kontraktor, risiko terkait konsultan, dan risiko terkait pasar. Biasanya, risiko-risiko ini ditanggung oleh Badan Usaha dengan pembiayaan yang diperoleh dari pendapatan.

Infrastruktur transportasi dapat menjadi pemicu dalam pertumbuhan ekonomi, serupa dengan infrastruktur lainnya seperti energi dan air bersih. Pemerintah dan pemerintah daerah biasanya bertanggung jawab atas penyelenggaraan infrastruktur tersebut, termasuk prasarana, sarana, operasional, dan pemeliharaannya, dengan menggunakan anggaran pendapatan belanja. Namun, terdapat keterbatasan anggaran, sedangkan percepatan pembangunan ekonomi tidak boleh ditunda-tunda. Di sisi lain, Badan Usaha memiliki dana besar yang dapat digunakan untuk membangun infrastruktur transportasi. Namun, pemerintah harus memberikan jaminan hukum dan keamanan bagi Badan Usaha.

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) diatur oleh peraturan perundangan, seperti Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 dan Nomor 13 Tahun 2010. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerja sama dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur dan bertindak sebagai penanggung jawab proyek kerjasama. Tujuan proyek kerjasama antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha adalah mencukupi kebutuhan pendanaan berkelanjutan, meningkatkan pelayanan melalui persaingan sehat, meningkatkan pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur, serta mendorong prinsip pengguna membayar.

Proyek kerja sama dapat diprakarsai oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau Badan Usaha. Proyek yang diprakarsai oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah harus mempertimbangkan kesesuaian dengan rencana pembangunan nasional/daerah dan rencana strategis sektor infrastruktur, lokasi proyek dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah, serta analisa biaya dan manfaat sosial. Studi kelayakan, rencana bentuk kerjasama, rencana pembiayaan, dan rencana penawaran juga harus disertakan.

Proyek yang diprakarsai oleh badan usaha harus memenuhi kriteria sebagai berikut: tidak termasuk dalam rencana induk pada sektor yang bersangkutan, terintegrasi dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan, layak secara ekonomi dan finansial, dan tidak memerlukan dukungan kontribusi fiskal. Studi kelayakan, rencana bentuk kerjasama, rencana pembiayaan, dan rencana penawaran juga harus disertakan. Proyek kerja sama yang diterima oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah akan diberi kompensasi berupa pemberian tambahan nilai hingga 10% dari nilai tender pemrakarsa. Mereka juga memiliki hak untuk melakukan penawaran terhadap penawar terbaik sesuai dengan hasil penilaian dalam proses pelelangan. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau pemenang tender akan membeli prakarsa proyek kerja sama termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya dengan biaya yang telah dikeluarkan oleh badan usaha pemrakarsa. Badan usaha pemrakarsa yang mendapat kompensasi dan hak penawaran wajib mengikut penawaran, sementara untuk pembelian prakarsa proyek kerja sama, mereka tidak diperkenankan mengikuti penawaran.

Prinsip-prinsip kerjasama penyediaan infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 67 Tahun 2005 Pasal 6 adalah adil, terbuka, transparan, bersaing, bertanggung jawab, saling menguntungkan, saling membutuhkan, dan saling mendukung. Prinsip adil berarti seluruh Badan Usaha harus memperoleh perlakuan yang sama, prinsip terbuka berarti seluruh proses pengadaan terbuka bagi Badan Usaha yang memenuhi kualifikasi, dan prinsip transparan berarti semua ketentuan dan informasi terbuka bagi seluruh Badan Usaha dan masyarakat umumnya. Prinsip bersaing berarti pemilihan Badan Usaha dilakukan melalui proses pelelangan. Prinsip bertanggung jawab berarti hasil pemilihan Badan Usaha harus dapat dipertanggungjawabkan, dan prinsip saling menguntungkan berarti Kerjasama dengan Badan Usaha harus memberi keuntungan bagi kedua belah pihak dan masyarakat dengan memperhitungkan kebutuhan dasar masyarakat. Prinsip saling membutuhkan dan saling mendukung berarti Kerjasama dengan Badan Usaha dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak. Mekanisme KPBU di Indonesia melibatkan beberapa komponen, yaitu Menteri Keuangan, Unit Pengelola Risiko Fiskal, Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK), Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI), Unit Manajemen Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama, Badan Usaha, Konsultan, dan Lembaga Keuangan Multilateral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun