Otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam mengelola keuangan mereka, termasuk pendapatan dan penggunaan pendapatan daerah tersebut. Namun, hal ini juga meningkatkan risiko eksploitasi pendapatan daerah yang seharusnya beroptimal. Daerah cenderung berusaha maksimalisasi pendapatan untuk membiayai kegiatan rutin dan pembangunan. Ini sering kali dilakukan dengan meningkatkan pemungutan pajak dan retribusi.
Meskipun intensifikasi pajak dan retribusi merupakan bukan hal yang salah, banyak pemerintah daerah yang terlalu agresif dalam memungut pajak dan retribusi dari rakyatnya. Pemerintah daerah berupaya keras untuk mendapatkan sumbangan dari masyarakat. Buktinya adalah jika menghitung jumlah pajak dan retribusi yang harus dibayar selama menjadi warga daerah tersebut. Bila diteliti jumlahnya akan mencapai ratusan. Beberapa daerah bahkan memungut pajak dan retribusi untuk setiap aktivitas yang dilakukan oleh warganya. Hal ini menciptakan beban finansial yang berat bagi masyarakat, karena mereka harus membayar ratusan item pajak dan retribusi daerah. Misalnya, warga DKI Jakarta mengeluh tentang hampir setiap aktivitas yang mereka lakukan dikenakan retribusi oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta, bahkan untuk kegiatan sehari-hari seperti buang hajat.
Dengan demikian, perlu ada keseimbangan yang tepat antara meningkatkan pendapatan daerah dan menjaga kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah perlu lebih bijaksana dalam pengenaan pajak dan retribusi, serta memastikan bahwa pendapatan daerah digunakan secara efisien untuk kepentingan publik dan pembangunan daerah.