Pada suatu masa, Allah menciptakan manusia dalam kepingan-kepingan dimensi yang terdiri atas nafsu, akal, hati dan nurani. Dengannya Allah berfirman dalam surah Saad ayat 72 yang berbunyi, “maka apabila telah kusempurnakan kejadiannya (penciptaan manusia) dan kutiupkan kepadanya Ruh-Ku kedalamnya, tunduklah kamu kepadanya dalam keadaan bersujud”. Dalam nuranilah, Allah hadir.
Dr. Aisyah Dahlan mengungkap sebuah penelitian tentang dimana letak sinyal (ruh) Allah dalam anatomi tubuh manusia yang ternyata berupa sel-sel serupa sel otak yang ditemukan dalam serambi kanan pada jantung manusia. Tentu, ketidaksempurnaan seorang hamba tidak luput dari sifat baik dan buruk yang melekat dalam dirinya. Namun, merupakan kendali seorang hamba untuk menentukan sifat mana yang akan memimpin. Karena, tanpa disadari, sifat buruk akan memupuk penyakit hati.
Dalam Ilmu Tazkiyatun Nafs melalui kitab Nahwa Ilmi Nafsin, Imam Hasan Muhammad As Syarqawi membagi penyakit hati kedalam 9 bagian. Yang pertama adalah kecenderungan manusia untuk lalai dan lupa (ghaflah wan nisyah). Pembiaran terhadap sifat tersebut berlanjut pada kecenderungan untuk mudah terperdaya (ghurur). Dari sanalah tumbuh dengki dan iri hati (hasad), mudah marah (ghadab), rakus (tama'), pamer (riya), angkuh dan bangga diri (ujub) yang menjejali nurani manusia setiap harinya hingga berujung pada frustasi (al ya's).
Sebuah artikel yang berjudul berkenalan dengan hati menjelaskan ada beberapa obat hati. Diantaranya dengan mengagungkan Syiar-syiar Allah, memperbarui taubat dan istighfaar, tadabbur Al-Quran, dan berupaya memiliki amalan yang tersembunyi. Dalam dunia yang demikian kompleks, terkadang sulit bagi kita untuk menyeimbangkan diri dari segala tuntutan kehidupan, terlebih lagi di zaman yang pace atau bit nya demikian cepat dan mudah berubah-ubah. Berikut adalah opsi yang bisa dilakukan ;
Opsi pertama adalah dengan melakukan detoks sosial media dan going offline
Kehadiran dan keriuhan dunia yang kita saksikan setiap harinya melalui media sosial tentu tidak luput menjadi penyumbang terbesar dalam menjadi bahan bakar munculnya penyakit hati tersebut. Tanpa kita sadari, tsunami informasi, kehidupan orang lain, bombardir berita buruk tiap harinya, bahkan fitnah dan hoax dapat mengendap dalam level kesadaran tertentu hingga mendistorsi nurani, yang seharusnya selalu diselimuti mindfulness dan awareness akan kebutuhan spiritual. Itulah mengapa kembali ke cara-cara konservatif bisa menjadi opsi. Diantaranya dengan mengurangi interaksi kita dengan dunia maya dan hidup dalam dunia nyata.
Kedua, terapi self reflection
Refleksi diri atau muhasabah dilakukan dengan menyelami diri untuk mengetahui apa sebetulnya yang kita mau, dan kemana kita seharusnya berjalan. Barangkali, ada nawaitu yang keliru. Barangkali, banyak salah yang tak nampak oleh mata sendiri.
Berikutnya melakukan people decluttering.
Akan sangat sulit ikhtiar memperbaiki diri mudah tercapai apabila kita salah dalam memilih pergaulan. Law of attraction alias hukum tarik menarik berlaku secara alamiah. Seseorang cenderung akan merasa nyaman berada bersama kelompok dengan energi dan concern yang sama. Dan satu hal yang harus dipahami bahwa sesungguhnya manusia diberi nikmat yang disebut kendali untuk menentukan hal-hal tersebut.
Terakhir, menyibukkan diri dengan hobi dan self growing yang positif