Berbicara tentang APBD, pasti tidak akan jauh-jauh dari kisruh antara ahok dengan DPRD yang memang lagi panas-panasnya. Namun kebanyakan orang mungkin tidak mengetahui rincian dari APBD tersebut. Kalau melihat APBD saja (yang berupa ringkasan pendapatan dan belanja daerah) sulit bagi kebanyakan orang untuk melihat adanya keanehan dalam anggaran tersebut. Sehingga masyarakat perlu mendorong pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun daerah untuk mempublikasikan rincian dari APBD tersebut. Rincian APBD tersebut diturunkan dalam formulir DPA-SKPD 2.2.1 yang dimiliki setiap SKPD.
Apa itu formulir DPA-SKPD 2.2.1? formulir DPA-SKPD 2.2.1 merupakan Dokumen Pelaksanaa Anggaran yang memuat rincian belanjaPer kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pada satuan kerja pemerintah pusat, dokumen ini sama dengan RKA-KL. Dalam dokumen ini setiap kegiatan SKPD dirinci sampai ke harga satuan dari belanja yang mendukung kegiatan tersebut. Dalam formulir tersebut, masyarakat dapat menganalisis setiap belanja yang dilaksanakan oleh SKPD, dapat dilihat juga “kewajaran” harga yang direncanakan, dan banyak hal “menarik” lainnya.
Iseng-iseng saya coba mencari di internet formulir DPA-SKPD 2.2.1 ini, namun hanya menemukan DPA-SKPD 2.2.1 milik Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk tahun 2013 serta Badan Kesbangpol DKI Jakarta untuk tahun 2013. Dari dokumen Dinas Pendidikan Jakarta tahun 2013 saya temukan ada beberapa keanehan. Untuk filenya dapat diunduh disini.
Saya ambil contoh keanehan tersebut, pada kegiatan Akreditasi Online Sekolah, ada Pengadaan Komputer Server (HP ProLiant DL360 Gen8) [02060301000] seharga 24 juta sebanyak 8 unit dengan total 199 juta. Namun ada juga pengadaan Kelengkapan Komputer Server (Memory, SSD Hard Drive, Prosesor untuk 8 Unit Komputer Server) [02060305005] senilai 199 juta. Dalam logika saya, pembelian komputer server seharga 24 juta tersebut seharusnya dalam komputer tersebut sudah ada harddisk, memory dan prosesornya. Namun mengapa harus ada pembelian memory, ssd, hard drive, prosesor lagi?
Lalu ada lagipembelian server dalam kegiatan Penyempurnaan pengembangan Sistem Administrasi Sekolah online, ada pembelian server sebanyak 1 paket dengan harga Rp47,635,250.00. selain itu ada juga pembelian server seharga 47juta untuk kegiatan Pengembangan SIMDIK online SMP. Bayangkan, Dinas Pendidikan DKI Jakarta punya 8+2 komputer server. Sebegitu penting kah? Silakan dinilai sendiri.
Coba ketikan di kolom pencarian dengan kata kunci “kamera”, maka akan ada 2 kegiatan yang memerlukan pembelian kamera, yaitu “Akreditasi Online Sekolah”, dengan pembelian 1 set kamera seharga 49juta serta kegiatan “Implementasi Kerjasama Kelembagaan”pembelian kamera DSLR seharga 17juta dan kamera poket seharga 3juta. Saya masih ingat, pada tahun 2012 harga DSLR untuk kelas entry level harganya sekitar 4-6 jutaan tergantung merk dan lensa kit nya. Sedangkan untuk harga 17 juta sudah dapat sebuah kamera full frame, kamera yang biasanya dipakai fotografer profesional. Apalagi kamera seharga 49 juta? Saya tidak tahu pentingnya membeli kamera mahal hanya untuk kegiatan dokumentasi. Mungkin dinas pendidikan mau membuat studio foto di kantornya.
Ada lagi, terhadap kegiatan Pembinaan Terhadap Mahasiswa Berprestasi Tetapi Secara Ekonomi Kurang Mampu Dalam Menyelesaikan Tugas Akhir yang dilaksanakan pada triwulan I dan kegiatan Pembinaan Terhadap Lulusan Sekolah Menengah Berprestasi Yang Secara Ekonomi Kurang Mampu Untuk Melanjutkan Ke Perguruan Tinggi yang dilaksanakan pada triwulan II, masing-masing kegiatan mencantumkan pembelian printer laser mono sebesar 8,5 juta. Pertanyaannya, apakah printer yang dibeli di triwulan I tidak dapat digunakan sehingga harus beli printer lagi?
Keanehan tersebut diatas hanya bisa dilihat dalam formulir DPA-SKPD 2.2.1. Jika anda cari di internet, sulit sekali menemukan formulir 2.2.1 SKPD ini, kebanyakan hanya ringkasan saja sehingga tidak dapat di analisis lebih lanjut. Dugaan saya, hal ini dilakukan agar keanehan-keanehan tersebut tidak terlihat.
Sudah saatnya pemerintah daerah membuka akses terhadap DPA-SKPD 2.2.1 sehingga dapat diperoleh publik secara cepat dan mudah, bukan menunggu publik memohon dulu. Karena informasi publik adalah hak warga negara, yang menjadi kewajiban instansi pemerintah untuk menyediakannya. Bukan tunggu diminta baru dikasih.
Selain itu, dengan mudahnya mengakses rincian anggaran tiap SKPD, paling tidak timbul rasa malu dari oknum di pemda untuk merencanakan penyelewengan anggaran, itupun kalau masih punya rasa malu.
Wassalamualaikum wr. Wb.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H