Barangkali sebenarnya kekeliruan berasal dari pesan yang tak sampai. Suara-suara memenuhi telinga saja, namun isi nya tidak.
Meramu kata yang mudah dimengerti sebenarnya tidak sulit, dan seharusnya juga begitu. Entah apa yang membuat sesuatu itu menjadi sulit.
Pernah beberapa kali aku menyaksikan  komunikasi yang dianggap sudah "bentukan" nya seperti itu, jadi dianggap benar, padahal pesan nya tak terkomunikasi kan.Â
Adalah ketika ada 2 orang yang terpaut jarak jauh sekali. Suatu hari, tanpa bertanya terlebih dahulu tiba-tiba menghubungi via telfon. Karena situasi nya tidak memungkinkan untuk mengangkat telfon tersebut, akhirnya hanya diabaikan saja.
Selang beberapa menit, panggilan masuk terpampang di layar telfon hingga beberapa kali. Si penelpon tentu saja geram, ada apa gerangan tidak diangkat pula. Menyulut tanya yang ekstrim menuju curiga. "Sepertinya dia begini, begitu. Jangan-jangan benar lagi dia begini begitu." Huh !.
Waktu berlalu cukup lama, sampaiÂ
"halo, ada apa menghubungi ku ?. Tadi sedang bekerja, tidak bisa mengangkat telfon." Â , "Ah tidak jadi." , "Baiklah." Tut...
Begitulah seterusnya. Masing-masing tidak ada yang menjelaskan apapun. Pekerja yang tak mendapatkan alasan dihubungi. Dan si penelpon yang tak menyampaikan tujuan menghubungi.
Karena terlanjur kesal dan menduga-duga, akhirnya tak melanjutkan tujuan awal yang bisa saja sebenarnya penting. Begitulah seterusnya. Sebab hal kecil tidak akan menumpuk apabila tak terpupuk, tibalah pada puncak runyam nya komunikasi.
Suatu hari, kembali lagi gejolak itu. Ketika tanya tak terjawab. Menimbulkan terka. Begini ceritanya ;Â
A : Pusing sekali kepala ku, masalah di sana dan sini tak selesai-selesai.