Di sebuah kebun jambu yang sangat rindang, terdengar sebuah percakapan sebuah jambu dan daun di salah satu pohon. Siang yang begitu panas si jambu yang sombong meledek daun kuning yang sudah tua.
“Daun…. betapa malangnya hidupmu, tubuhmu sudah tidak sesegar dulu,” Kata si jambu.
“Lihatlah aku!Apa kau tidak iri? Semakin tua semakin enak bukan? Dan jika aku sudah tua aku akan mengenyangkan perut orang, atau dijual dan menghasilkan uang untuk pak tan,” Lanjut si jambu.
Si daun tidak merespon apapun, dia hanya menikmati angin yang membuat dirinya seperti terbang.
“Tapi, dirimu akan jatuh ke tanah, diinjak-injak..Huhft!!!! Ulat saja malas melihat mu.” Si jambu melanjutkan ocehannya.
“Hei jambu! Tidak baik mengejek sesame ciptaan tuhan. Bukankah kita diciptakan Tuhan ada kekurangan dan kelebihan?” Jawab daun berwibawa.
“Ya, Tapi aku merasa semua orang pasti menyukai aku bukan? Dan aku mempunyai banyak vitamin di tubuhku.” Jawab si jambu angkuh.
“Aku pun punya kelebihan, aku bisa mengobati diare, aku juga menghasilkan udara yang manusia hirup bukan?” Kata daun.
“Bukankah obat diare adalah daun muda? Lihatlah dirimu? Dan udara, Emmm…. Masih banyak daun yang menghasilkan udara di dunia ini, jadi jika kau hilang tidak akan masalah bagi siapapun termasuk petani, ya, kan?” Si jambu makin angkuh.
“Terserahmu, tapi aku yakin Tuhan Maha Adil dan dia menciptakan ku dengan sejuta kegunaan!” Daun mencoba sabar.
Tidak lama kemudian datang pak tani dan cucunya. Sepertinya cucu pak tani sedang memilih–milih jambu yang segar untuk dimakan.
“Suuttttt…. Diam! Lihat pasti cucu pak tani itu akan memetikku. Sampai jumpa daun tua. Semoga kau bahagia!” Kata si jambu.
Suasanapun hening di kebun itu.
“Nak… bagaimana klo yang ini? Pasti enak.” Kata pak tani sambil memetik si jambu dan memberikan si jambu pada cucunya.
Sebagai salam perpisahan pada daun tua si jambu mengedipkan matanya satu sambil tersenyum. Dan daun tua hanya menyaksikannya dengan ekspresi datar. Cucu petani mulai memakan si jambu, dirasakannya si jambu dan kemudian……
“Mluek, jambu ini tidak enak kakek,” Grutu si cucu sambil menjatuhkan si jambu.
“kalau begitu ayo kita cari yang lain!”
Setelah pak tani dan cucunya pergi, daun tua melihat si jambu yang tergeletak di tanah.
“Hei jambu, Benarkan apa yang aku bilang tadi? Tuhan itu adil pada mahluknya”
“Hei tua, Anak itu hanya tidak bias makan makanan yang enak sepertiku.” Bela si jambu.
“Sudahlah, tidak usah sombong,” Pesan daun tua.
“Diam kau!” Kata si jambu dengan nada keras.
Karena kasihan akhirnya daun tua menggugurkan dirinya ketanah.
“Mau apa kau!”
“Jambu, Senyumlah, Sekarang kita kan sama–sama di bawah.” Ledek daun tua.
“Jangan merasa kau sekarang lebih sempurna dari pada aku. Walaupun begitu aku tetap lebih berguna dari kamu”
“Anak itu mempunyai lidah yang aneh, masa ia menyianyiakan aku yang lezat,” Grutu jambu,
“Iya…,” Timpal daun tua pasrah.
Tidak lama kemudian cucu petani datang teman–temannya berlarian.
“Lihat anak itu datang lagi, pasti dia akan menyesal karena membuangku,” Kata jambu dengan semangat.
Tapi, dugaan jambu salah besar. Anak itu bahkan tidak meliriknya sedekitpun. Mereka berlari dengan bebasnya.Tidak sengaja si jambupun terinjak dan daun tua terbang terkena hembusan angin larian anakanak kecil. Begitu terus sampai akhirnya jambupun tidak berbekas karena sudah terinjak–injak dan membekas di alas kaki banyak orang. Dan daun setelah tertiup angin dia disapu oleh pekerja kebun dan di jadikan pupuk untuk tanaman jambu–jambu di kebun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H