Pemilihan Walikota Surabaya pada tahun 2020 menjadi pertarungan politik yang sangat pelik. Pasalnya, kedua kubu mengeluarkan kandidat yang terbilang sama kuat nya tetapi berbeda dengan paslon nomor urut 1 yang penuh kontroversi.
Paslon nomor urut 1 yang diusung oleh partai PDIP dan PSI sempat mengalami bongkar pasang calon hingga akhirnya memunculkan nama yang menjadi kandidat resmi dari partai PDIP yakni Eri Cahyadi dan Armuji. Eri merupakan sosok birokrat yg di gadang gadang telah diusulkan oleh Tri Risma untuk menjadi Walikota dan merupakan sosok baru bagi masyarakat.
Berbeda dengan Eri Cahyadi, Armuji merupakan Dewan Legislatif yang  menjadi anggota DPRD Jawa Timur periode 2019--2024 dari Fraksi PDIP. Armuji pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Surabaya sebanyak 2 kali, yakni pada 2003--2004 dan 2014--2019. Terlepas dari itu Armuji bukan lah sosok baru dalam perpolitikan di Surabaya tetapi namanya mencuat ketika dirinya disangkutkan dengan kasus korupsi program fiktif dana Jaringan Aspirasi Masyarakat (Jasmas) tahun 2016.
Pada saat itu Armuji menjabat sebagai Ketua  DPRD Kota Surabaya dan mustahil jika kasus tersebut terjadi tanpa sepengetahuan Armuji. Hingga kasus itu diusut Armuji menjadi saksi terakhir yang di panggil oleh Kejaksaan untuk dimintai keterangan. Hal ini sangat janggal mengingat Armuji adalah ketua DPRD pada saat itu. Sebenarnya Hukum yang tebang pilih atau memang Armuji pandai bersilat lidah?
Dengan tanpa pertimbangan track record yg buruk pada calon walikota yang diusung oleh partai, PDIP sepakat mengusung Armuji sebagai wakil walikota Surabaya mendampingi Eri cahyadi. Dan hal ini sangat disayangkan dengan track record Armuji yang buruk hingga maju menjadi calon walikota Surabaya.
Tidak hanya itu Armuji juga menunjukkan sifat tidak konsistennya yang sempat mengundurkan diri sebagai calon walikota pada Juli 2020. Dengan pernyataan sikapnya secara langsung tetapi di saat Last minute pendaftaran calon walikota Surabaya akhirnya Armuji mendampingi Eri Cahyadi sebagai pasangan calon yang diusung PDIP.
Lalu sebenarnya pemimpin model seperti apa Armuji ini? Apakah Surabaya bisa dipimpin oleh pemimpin yang tidak konsisten, tidak memiliki pendirian dan tidak bersikap tegas. Akan menjadi apa Surabaya dengan pemimpin seperti itu
Korupsi semakin merajalela dengan kelalaian yang dilakukan oleh pemimpinnya, bagaimana tidak korupsi dapat terjadi dibawah pimpinan yang tidak peduli, tidak memiliki sikap yang tegas dan tidak konsisten.
Memimpin Surabaya bukan berarti menjaga nama baik diri sendiri, tetapi memastikan bahwa rakyat Surabaya mendapat kehidupan yang layak dan mendapatkan haknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak akan ada kebaikan yang diteruskan dengan pemimpin yang tidak memiliki sikap dan konsistensi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H