Mohon tunggu...
Milenani Januari
Milenani Januari Mohon Tunggu... -

Slow, Kalem, Seada-adanya aja lah.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Membicarakan Anton, Pencitraan Dosen, dan Diskriminasi Jurusan Ilmu Pendidikan

18 Maret 2013   13:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:33 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membicarakan Universitas Gajah Mada, terlintas dengan cepat untuk mengingat juga bagaimana kota pendidikan Yogyakarta, ramahnya para pedagang di Malioboro, indahnya peninggalan sejarah candi prambanan, dan masih banyak lagi hal lainnya. Universitas Gajah Mada atau yang lebih sering disebut dengan singkatan UGM adalah salah satu universitas favorit di Indonesia. Setidaknya sampai dengan saat ini UGM menduduki peringkat kedua sebagai perguruan tinggi negeri favorit se-Indonesia setelah Universitas Indonesia. Tidak mengherankan memang, siapa yang tidak merasa berada dalam gengsi tinggi ketika menjadi mahasiswa UGM?, rasa-rasanya tidak ada.

Dalam novel Cintaku di Kampus Biru ini mengambil latar tempat di Universitas Gajah Mada pada tahun 1980-an. Latar tempat lainnya adalah latar tempat yang umumnya memang menjadi kunjungan atau persinggahan mahasiswa, di antaranya adalah latar tempat di kosan, pedesaan (saat ada kuliah lapangan), kampus tentunya, perpustakaan kampus, kantin kampus, rumah, jalan, dan latar tempat lainnya.

Sudut pandang yang digunakan Ashadi Siregar sebagai pengarang novel adalah sudut pandang orang ketiga. Namun pun demikian, tulisan yang menunjukkan ciri fisik Anton adalah penggambaran akan diri Ashadi sendiri. Pada tahun 1980-an, menurut sebuah tulisan yang saya baca, hasil pemikiran mahasiswa Ashadi yang ditulis pada sebuah media massa online(http://kompasiana.com/post/edukasi/2010/08/31/ashadi-siregar-mengajarkan-kami-menjadi-kritis) pada saat itu ketika Ashadi atau yang akrab disapa dengan sebutan Pak Adi adalah seorang dosen yang santai tapi serius dalam mengajar. Pak Adi memiliki rambut yang gondrong dan perbedaan usia Pak Adi dengan mahasiswanya yang merupakan angkatan 80 itu hanya beda 15 tahun saja, katanya.

Jika hanya dipandang dari judulnya, novel ini mungkin akan dianggap atau disamakan dengan novel-novel picisan atau novel-novel remaja cengeng yang berisi cerita galau, jatuh cinta, selingkuh, lalu patah hati. Mungkin seperti itu. Tetapi jika sudah membaca, maka yang didapat adalah kehidupan seorang mahasiswa yang menyeimbangkan perjalanan studi dan cintanya bahkan pemikirannya atau pandangannya tentang kehidupan.

Anton seorang mahasiswa Fakultas Psikologi yang sedang menunggu hari kelulusannya. Yang membuatnya masih belum juga lulus adalah nilai dari salah satu dosen muda bernama Yusnita. Padahal dalam mata kuliah lain Anton selalu mendapatkan nilai yang memuaskan bahkan takjarang dengan pujian. Yusnita pada akhirnya mengakui secara terus terang bahwa memang Anton adalah mahasiswa yang pintar. Selain rapi dalam hal kehidupan pendidikannya, Anton juga rapi dalam hal percintaannya. Lebih dari sekali ditinggalkan wanita yang dicintainya tidak membuat Anton menjadi pemuda cengeng yang meratapi hidup dan menyalahkan keadaan. Anton tetap bangkit bahkan semakin hari pandangannya tentang kehidupan semakin rapi. Dalam hal pendidikan Anton adalah mahasiswa yang pintar, dalam hal percintaan Anton adalah lelaki yang memesona, sempurna.

Ashadi Siregar menggambarkan tokoh Anton sebagai mahasiswa yang ideal. Dalam hal menyelesaikan masalah, Anton mengurutkan apa saja masalahnya lalu mencari jalan keluarnya sesuai dengan urutan masalah yang ia urutkan tadi. Bukti ini terdapat pada halaman 9 (novel dalam bentuk pdf) , isi kalimatnya:

“Dan, dia berusaha lagi merenungkan kesulitannya. Memikirkan faktor-faktor yang

menyebabkan kerusuhan hatinya belakangar. ini, dia menuliskan:

1. Jangka waktu studi sudah mepet. Orang tua hanya mau membiayai selama enam bulan lagi.

2. Rongrongan Marini yang kebelet kawin, mengganggu konsentrasi.

3. Vak dati Bu Yusnita sudah enam kali ditempuh, belum lulus juga.

4. Urusan-urusan organisasi mahasiswa intra-universitas.

Anton masih mencari kesulitan lainnya, tetapi cuma itu yang terumus.”

Kutipan di atas menunjukkan kesistematisan Anton dalam berpikir tentang apa saja masalahnya. Pada kalimat berikutnya Anton akan membuat penyelesaian untuk mengatasi empat permasalahan yang telah ia urutkan di atas. Dalam tulisan ini, saya tidak akan menuliskan bagaimana cara Anton berpikir untuk menyelesaikan masalah itu karena maksud saya hanya tertuju pada kesistematisan Anton berpikir, bukan pada bagaimana cara Anton menjawab permasalahannya. Selain itu, kutipannya terlalu panjang hingga berparagraf lebih dari satu. Cukuplah kutipan di atas setidaknya menggambarkan bagaimana cara Anton berpikir.

Cintaku di Kampus Biru juga menyentuh bagaimana pencitraan dosen pada tahun 1980-an. Dalam novel ini pencitraan seorang dosen yang tidak bisa memisahkan hal pribadi dengan kepentingan perkuliahan digambarkan oleh tokoh Yusnita. Yusnita adalah dosen muda yang cerdas, tetapi sayangnya kehidupan asmaranya tidak semulus karirnya. Salah satu alasan Yusnita menahan Anton untuk lulus adalah sebuah alasan pribadi yang sebenarnya tidak patut digabungkan dengan masalah perkuliahan. Ketika itu Anton yang baru menjalani perkuliahan pertama dengan Yusnita menanyakan teori Freud, tentang faktor seks yang dapat menunjukkan tindak tanduk seseorang. Yusnita merasa bahwa Anton menyinggung kehidupan pribadi Yusnita yang masih sendiri tanpa pasangan hidup, itulah alasan Yusnita masih belum juga meluluskan Anton dari mata kuliah yang diajarkannya.

Masih membicarakan pencitraan dosen pada tahun 1980-an. Kali ini pada tingkat yang lebih tinggi, seorang dekan. Anton yang merasa ada kejanggalan dalam hal kelulusannya meminta agar Yusnita mau menghadirkan saksi dalam ujian Anton. "Kalau begitu saya ingin diuji lisan." dan "Dan dihadapkan saksi-saksi.", dua kalimat tersebut merupakan permintaan Anton kepada Yusnita. Pada permintaan pertama Yusnita menyanggupi, tetapi di saat permintaan kedua Yusnita membanting buku dan di sanalah permulaan masalah yang membawa Anton berhadapan dengan dekan fakultasnya. Ketika percakapan antara Anton dan dekan fakultasnya (Fakultas Psikologi) berlangsung, dekan mengakui bahwa Anton memang mahasiswa yang pintar, hanya saja dalam hal ini menyangkut perasaan dan keakraban antarsesama dosen, maka dekan meminta agar Anton menjaga perasaan Yusnita. Berikut ini merupakan beberapa petikan kalimat langsung dari Dekan Fakultas Psikologi dalam novel Cintaku di Kampus Biru:

“...Bu Yusnita ingin agar soal ini dimasukkan ke dalam agenda rapat bulanan dewan dosen.

Nampak-nampaknya dia sangat tersinggung. Kalau aku tak salah tangkap, dia mengajukan alter natif: kau dikeluarkan, atau dia yang keluar ." (2008:22), data pdf.

"Ya, begitu," kata dekan itu. "Dan, seperti kauketahui, dalam alternatif semacam itu, belum pernah ada kejadian dosen yang keluar. Kau mengerti maksudku?" (2008:23), data pdf.

"Di situlah kesulitannya. Kalangan dosen biasanya saling tenggang rasa, tak mau menyinggung perasaan koleganya." (2008:23), data pdf.

"Jangan mendesak dosenmu. Sebab, bagaimanapun juga mereka punya rasa se-korps." (2008:23), data pdf.

Sebagai seorang dekan yang juga seorang dosen, ada sesuatu yang menyesak juga ketika melihat mahasiswanya yang sedang memperjuangkan kebenaran dan keadilan malah diminta mengalah atas apa yang seharusnya dikalahkan (perasaan). Rasa se-korps, hubungan yang baik, agar tidak ruwet. Semua menjadi alasan mengapa Anton diminta untuk tidak melakukan apa-apa dalam menghadapi Yusnita kecuali bersabar dan menjaga perasaan dosen muda itu. Bagaimanapun alasan yang dikemukakan dekan untuk menjaga rasa se-korpsnya, toh pada nurani terdalamnya juga dia merasa sebagai dosen yang gagal sebab mengajarkan banyak teori tentang kebenaran, keadilan, kebebasan, tetapi semua hanya menjadi omong kosong saat dihadapkan pada realita yang terjadi. Berikut ini merupakan kutipan yang menyatakan bahwa dekan sekaligus dosen telah merasa gagal sebagai pengajar:

“Apakah yang diterimakasihkannya? Apakah yang telah kuberikan kepadanya? Apakah yang kuajarkan selama ini? Dusta, kebohongan, atau cuma mimpi-mimpi? Sementara itu, dalam realita, aku mengajarkan sesuatu yang samasekali mengentuti ajaran-ajaran di mimbar kuliah..” (2008:25), data pdf.

Membicarakan soal kajian ilmu sosial dan ilmu eksak rasa-rasanya sampai dengan saat ini masih terdapat gengsi besar, merasa diri paling mampu, paling hebat, dan paling cerdas ketika pelajar, entah itu siswa atau mahasiswa berada dalam lingkungan kajian ilmu eksak. Menekuni rumus-rumus, mempelajari angka-angka dan istilah-istilah matematika, fisika, kimia, dan juga biologi mungkin dianggap berlapis tingkat lebih tinggi dari sekadar mempelajari dan memahami ilmu-ilmu sosial, seperti ekonomi, sosiologi, geografi, dan sejarah. Dalam novel ini jelas sekali digambarkan dalam situasi yang demikian. Pada permulaan cerita bahkan telah terdapat sebuah kalimat langsung yang diucapkan oleh tokoh Erika saat meledek Anton, berikut kutipan kalimatnya:

"Bukan soal fulpen, Retno. Aku malu pada diriku sendiri. Waktu kita mengejeknya dengan istilah Latin tadi, kukira dia cuma mahasiswa jurusan sosial. Ini kulihat dari buku yang sedang dibacanya. Tapi, rupanya dia mengerti istilah Latin itu. Aku malu. Sebagai wanita, begitu kasar jiwaku. Berlagak hanya karena pengetahuanku yang secuil." (2008:12), data pdf.

Kata “Cuma” sengaja saya tebalkan dengan maksud sebagai penegasan. Betapa sangat terlihat dalam novel ini bahwa ternyata ketidaksamarataan mengenai jurusan eksak dan jurusan sosial tidak hanya ada di lingkungan SMA, tetapi juga ada di lingkungan perguruan tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun