Kalangan Gen Z di Indonesia kembali mengadopsi istilah baru dari Barat. Kini, istilah 'simp' menjadi isu yang sedang trending di Indonesia. Kata 'simp' adalah kependekan dari kata 'simpleton' yang berarti orang bodoh atau sederhana. Dapat disimpulkan bahwa definisi dari 'simp' adalah seseorang yang menaruh rasa kagum berlebihan terhadap orang lain hingga membuatnya bodoh dan mudah dimanipulasi oleh perasaannya sendiri.
Budaya Barat tersebut dengan cepat masuk ke Indonesia. Tanpa kita sadari, dengan kemudahan akses internet dan sosial media di era ini, kita dapat dengan cepat menerima dan mengadopsi informasi yang bersifat global. Namun, kebanyakan orang tidak bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Simp Culture ini merupakan salah satu contoh dari budaya buruk yang masuk ke Indonesia dan dapat merusak kondisi psikis seseorang.Â
Kebanyakan orang yang mengalami fenomena Simp Culture ini selalu membutuhkan validasi dengan ekspektasi yang tinggi dari orang yang diidolakannya. Kemudian, jika orang yang diidolakannya tidak memberinya validasi yang memenuhi ekspektasinya, maka orang itu akan menjadi rendah diri dan mempunyai rasa insecure yang tinggi.Â
Lalu bagaimana fenomena ini dapat mempengaruhi seseorang untuk mengeksploitasi dirinya sendiri? Seseorang yang mengalami fenomena ini akan memprioritaskan nafsunya terhadap orang yang diidolakannya dan mengabaikan self-care yang dibutuhkan. Mereka acuh tak acuh terhadap keadaan dirinya, sehingga dapat berakibat buruk dan membahayakan dirinya sendiri.
Obsesi yang berlebihan ini menjadikan seseorang mengisolasi diri dari lingkungan sosialnya. Mereka lebih memedulikan idolanya daripada hubungan sosialnya dengan teman dan kerabatnya. Dengan adanya kerenggangan hubungan yang diakibatkan oleh hal tersebut, seseorang itu akan lebih jarang menerima dukungan dari orang lain dan bisa memperparah fenomena Simp Culture yang dialami.Â
Resiko depresi seseorang yang mengalami fenomena Simp Culture jelas lebih tinggi. Kombinasi dari perasaan yang bertepuk sebelah tangan, eksploitasi diri, dan isolasi diri, tentu sangat berdampak terhadap kondisi psikisnya. Sestabil apapun kondisi mental seseorang, jika terus-menerus menerima dampak dari hal-hal tersebut, maka kondisi mentalnya pasti akan memburuk.Â
Selain dampak psikologis, ada juga dampak sosial. Pengaruh dari fenomena ini mendorong seseorang untuk berperilaku toxic, seperti kebiasaan menguntit, pelecehan, dan gaslighting. Diawali dari rasa kagum yang biasa, dalam jangka panjang muncullah ketergantungan yang membuat seseorang merasa ingin menguntit dan memonitor orang yang diidolakannya. Lalu timbullah tindakan pelecehan yang dilakukan oleh seseorang itu.Â
Jika merasa tindakan pelecehannya ditolak oleh korban, seseorang itu akan sangat manipulatif dengan mengancamnya. Hal itu tentu sangat membahayakan dan merugikan korbannya. Itulah alasan mengapa Simp Culture dianggap sebagai budaya buruk yang masuk ke Indonesia. Jika budaya ini tidak dihentikan, maka akan sangat berdampak negatif pada keberlangsungan kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
Adapun upaya untuk keluar dari kebiasaan ini, jika suatu individu merasa berada dalam pengaruh Simp Culture tersebut. Yang pertama yaitu dengan memahami ciri-ciri perilaku pengidap Simp Culture ini. Lalu melakukan refleksi diri, jika merasa memiliki ciri-ciri tersebut, maka sesegera mungkin berhenti. Selain itu, bisa meminta bantuan kepada orang lain atau tenaga profesional juga.Â
Dapat dipahami bahwa fenomena tersebut dapat merusak keadaan mental seseorang. Perilaku yang dipengaruhi dari Simp Culture tersebut sangat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Diperlukan kesadaran diri dari orang yang mengalami fenomena tersebut, juga penanganan lebih lanjut oleh professional jika memang keadaannya sudah parah. Dengan kesadaran dan dukungan yang tepat, seseorang dapat belajar membangun hubungan yang lebih sehat dan positif dengan orang lain.
Ditulis oleh Nabila Ayu Milanina (123241012) Fakultas Ilmu Budaya Universitas AirlanggaÂ