Mata Ketiga Cinta—kumpulan puisi Helvy Tiana Rosa yang ditulis dalam kurun 1985-2011—merupakan kristalisasi dari sebuah kejadian, peristiwa yang ditangkap oleh batin penulis. Buku yang diterbitkan oleh Asma Nadia Publishing House ini berisi 42 puisi pilihan mengusung tema dari soal cinta remaja, rumah tangga, kerinduan pada Ilahi, keprihatinan terhadap kondisi dalam negeri hingga persoalan Palestina.
Kumpulan puisi ini dibuka dengan puisi Cintamu Padaku yang puitis melankolis.
Cintamu padaku
adalah kerinduan waktu
memeluk bisu di batu-batu
saat gerimis jatuh
Lalu disambung dengan puisi Thawaf yang membuat saya rindu ingin segera menunaikan rukun Islam kelima yakni berhaji ke tanah suci.
Labbaik Allahumma labbaik
Ada yang berjejalan di dalam
Dada. Cahaya. Embun
Terik. Maha. Kau
Puisi favorit saya di sini adalah Sajak Februari yang menyesap semua rasa rinduku menguar ke udara ketika membacanya.
cinta adalah rasa
yang kuucap dalam setiap desah
dan cuaca
tak sampai-sampai getarnya padamu
Berikut puisi Mata Ketiga Cinta yang dijadikan judul dalam kumpulan puisi ini yang menggambarkan perasaan bertanya-tanya siapa gerangan wajah tak bernama itu?
Apakah dua mataku
yang kau larung dalam malam?
lalu hari-hari pun terbenam
dalam secangkir kopi tanpa gula
daun-daun jatuh di luar jendela
dan sunyi menyanyikan lagi
lagu gerjaji
dengan masih terpejam
hanya dengan mata ketiga cinta
kulihat sebuah wajah di jantungmu
: Dia yang kau bilang tak bernama
Setelah puisi-puisi cinta, mari sejenak beralih ke puisi Salam Negeriku, puisi satire yang mendeskripsikan realitas negeri ini, berikut penggalan puisinya:
Aku memeluk merah putih, berdiri di sini, menatap para
pemimpin tercintaku.
Kini kata-kata mereka hampir angina.
Mereka cari nurani di balik kursi.
Aku bertanya-tanya, apa mereka tahu di mana menempatkan
Tuhan dan rakyat dalam diri serta diskusi-diskusi itu.
Bisakah mereka istirah dari perseteruan, karena waktu telah
semakin debu. Kota-kota berteriak parau, merdeka!
Puisi berikutnya Kepada Tuan Teroris—salah satu puisifavorit saya karena dengan puisi ini membuat masyarakat awam yang mengonsumsi media yang bias tendensius bisa membuka mata mengenai apa yang sesungguhnya terjadi di Afghanistan, Palestina, Irak, Indonesia—ditulis oleh mbak Helvy saat perjalanan dari Cipayung ke Senayan pada tahun 2002.
Kau masih berteriak-teriak gelegar ke setiap penjuru,
menciutkan nyali banyak negeri. “Usamah, Abdullah, Umar,
Muhammad, Ibrahim” itu nama-nama para teroris,
katamu dan kau menyebut penuh prasangka nama-nama
para ulama dalam daftar yang sungguh panjang
Pada saat yang sama, kau sang pemimpin polisi dunia,
menikmati pertunjukan di Palestina sambil memaki para
pejuang kemerdekaan Palestina sebagai teroris serta
bersalaman dengan Sharon sang penjagal
Padahal Palestina berjuang untuk merdeka dari kebiadaban
Zionis Israel
Puisi mbak Helvy yang berjudul Fi Sabilillah ini menjadi Juara III Lomba Cipta Puisi Islami yang diadakan Yayasan Iqra Jakarta tahun 1992 dengan Dewan Juri: HB Jassin, Sutardhi Calzoum Bachri dan Hamid Jabbar.
jangan ditahan
orang yang ingin melemparkan diri
ke sabilillah
: ia sudah tahu ramuan cinta yang firdaus
juga rejam rintangan itu
Kumpulan puisi Mata Ketiga Cinta ditutup dengan puisi yang berjudul Tamat.
Jendela waktu
noktah kecil
debu Januari
dan kopi yang berhenti
mengepulkan
sebuah wajah
: Bagaimana rasanya rindu yang selesai?
Saya memberi rating 5 bagi kumpulan puisi ini karena sajak-sajaknya sangat puitis serta tema yang dipilih variatif, membuat saya merenung dan larut. Lalu, bagaimana denganmu?
Kemang, 17 Februari 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H