Mohon tunggu...
Allegria Mila
Allegria Mila Mohon Tunggu... profesional -

#1 pecinta sajak, novel, kisah inspiratif #2 baginya: menulis adalah sebuah cara untuk mencari jalan keluar :)\r\nhttp://milamawaddah.blogspot.com/\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Resensi Mata Ketiga Cinta-Helvy Tiana Rosa

17 Februari 2013   13:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:10 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1361076841147326669

Sumber: gara2 ngetwit sajak2nya mbak helvy, saya di follow oleh beliau, Amazing!

Mata Ketiga Cinta—kumpulan puisi Helvy Tiana Rosa yang ditulis dalam kurun 1985-2011—merupakan kristalisasi dari sebuah kejadian, peristiwa yang ditangkap oleh batin penulis. Buku yang diterbitkan oleh Asma Nadia Publishing House ini berisi 42 puisi pilihan mengusung tema dari soal cinta remaja, rumah tangga, kerinduan pada Ilahi, keprihatinan terhadap kondisi dalam negeri hingga persoalan Palestina.

Kumpulan puisi ini dibuka dengan puisi Cintamu Padaku yang puitis melankolis.

Cintamu padaku

adalah kerinduan waktu

memeluk bisu di batu-batu

saat gerimis jatuh

Lalu disambung dengan puisi Thawaf yang membuat saya rindu ingin segera menunaikan rukun Islam kelima yakni berhaji ke tanah suci.

Labbaik Allahumma labbaik

Ada yang berjejalan di dalam

Dada. Cahaya. Embun

Terik. Maha. Kau

Puisi favorit saya di sini adalah Sajak Februari yang menyesap semua rasa rinduku menguar ke udara ketika membacanya.

cinta adalah rasa

yang kuucap dalam setiap desah

dan cuaca

tak sampai-sampai getarnya padamu

Berikut puisi Mata Ketiga Cinta yang dijadikan judul dalam kumpulan puisi ini yang menggambarkan perasaan bertanya-tanya siapa gerangan wajah tak bernama itu?

Apakah dua mataku

yang kau larung dalam malam?

lalu hari-hari pun terbenam

dalam secangkir kopi tanpa gula

daun-daun jatuh di luar jendela

dan sunyi menyanyikan lagi

lagu gerjaji

dengan masih terpejam

hanya dengan mata ketiga cinta

kulihat sebuah wajah di jantungmu

: Dia yang kau bilang tak bernama

Setelah puisi-puisi cinta, mari sejenak beralih ke puisi Salam Negeriku, puisi satire yang mendeskripsikan realitas negeri ini, berikut penggalan puisinya:

Aku memeluk merah putih, berdiri di sini, menatap para

pemimpin tercintaku.

Kini kata-kata mereka hampir angina.

Mereka cari nurani di balik kursi.

Aku bertanya-tanya, apa mereka tahu di mana menempatkan

Tuhan dan rakyat dalam diri serta diskusi-diskusi itu.

Bisakah mereka istirah dari perseteruan, karena waktu telah

semakin debu. Kota-kota berteriak parau, merdeka!

Puisi berikutnya Kepada Tuan Teroris—salah satu puisifavorit saya karena dengan puisi ini membuat masyarakat awam yang mengonsumsi media yang bias tendensius bisa membuka mata mengenai apa yang sesungguhnya terjadi di Afghanistan, Palestina, Irak, Indonesia—ditulis oleh mbak Helvy saat perjalanan dari Cipayung ke Senayan pada tahun 2002.

Kau masih berteriak-teriak gelegar ke setiap penjuru,

menciutkan nyali banyak negeri. “Usamah, Abdullah, Umar,

Muhammad, Ibrahim” itu nama-nama para teroris,

katamu dan kau menyebut penuh prasangka nama-nama

para ulama dalam daftar yang sungguh panjang

Pada saat yang sama, kau sang pemimpin polisi dunia,

menikmati pertunjukan di Palestina sambil memaki para

pejuang kemerdekaan Palestina sebagai teroris serta

bersalaman dengan Sharon sang penjagal

Padahal Palestina berjuang untuk merdeka dari kebiadaban

Zionis Israel

Puisi mbak Helvy yang berjudul Fi Sabilillah ini menjadi Juara III Lomba Cipta Puisi Islami yang diadakan Yayasan Iqra Jakarta tahun 1992 dengan Dewan Juri: HB Jassin, Sutardhi Calzoum Bachri dan Hamid Jabbar.

jangan ditahan

orang yang ingin melemparkan diri

ke sabilillah

: ia sudah tahu ramuan cinta yang firdaus

juga rejam rintangan itu

Kumpulan puisi Mata Ketiga Cinta ditutup dengan puisi yang berjudul Tamat.

Jendela waktu

noktah kecil

debu Januari

dan kopi yang berhenti

mengepulkan

sebuah wajah

: Bagaimana rasanya rindu yang selesai?

Saya memberi rating 5 bagi kumpulan puisi ini karena sajak-sajaknya sangat puitis serta tema yang dipilih variatif, membuat saya merenung dan larut. Lalu, bagaimana denganmu?

Kemang, 17 Februari 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun