Seperti yang diketahui oleh kebanyakan umat Muslim tentang Siti Hajar, ia merupakan istri kedua dari Nabi Ibrahim AS setelah istri pertamanya bernama Siti Sarah. Â
Singkatnya, lantaran Sarah dan Ibrahim belum dikaruniai keturunan sampai pada usia senja, maka Sarah meminta Hajar menikah dengan Ibrahim agar mereka dapat memiliki keturunan demi meneruskan perjuangan dakwah Nabi Ibrahim AS, dan nabi pun menyetujui permintaan tersebut.Â
Tak lama kemudian, dari pernikahan Hajar dan Ibrahim melahirkan seorang putra bernama Ismail. Kisah ini telah diketahui secara umum oleh seluruh umat muslim dengan pencitraan setiap figur yang memiliki pribadi baik nan terpuji.Â
Namun ternyata kisah Hajar yang juga meliputi Sarah dan Ibrahim perspektif Kristen sangatlah berbeda dengan yang diketahui secara lumrah oleh umat Muslim.Â
Ada banyak problematika yang begtiu kompleks dalam perjalanan historis mereka yang diceritakan melalui Alkitab yang tidak ditemukan dalam Islam.
Dalam tradisi Kristen, Hagar (Hajar) dan Sarai (Sarah) bukanlah sekutu; mereka  bersaing untuk status dalam rumah tanga yang dipimpin oleh Abram (Ibrahim).Â
Persaingan antara Sarai dan Hagar sangat akut dan dramatis karena semua keuntungan tampaknya menjadi milik Sarai. Sehingga yang terlihat menjadi, Sarai adalah istri yang penuh kebebasan sedangkan Hagar hanyalah seorang budak yang tak berdaya.Â
Kisah mereka bertiga disebutkan dalam Alkitab (Kejadian Pasal 15 daan memperoleh keturunan. Berdasarkan Hukum Hammurabi (undang-undang yang mengatur perdagangan, perbudakan dan hubungan keluarga di Babilonia), jika istri budak belum melahirkan anak, majikannya dapat menjualnya; jika dia punya, dapat menurunkannya menjadi budak biasa.Â
Lantaran Hagar melahirkan seorang anak, lantas Sarai merasa terancam dan harus memulihkan otoritasnya atas Hagar. Kemudian Abram mengatakan "Lakukan padanya apa yang baik di matamu". Ungkapan tersebut adalah padanan verbal yang terkesan mencuci tangan. Kisah ini menjadi semakin panas ketika Hagar menolak berada di bawah otoritas Sarai dengan cara melarikan diri meninggalkan Sarai dan Abram.
Catatan terakhir dalam cerita menyiratkan bahwa masa depan Ismail sangat dibentuk oleh pengalaman Hagar, seorang orang tua tunggal yang merangkap tanggung jawab ayah sekaligus ibu. Abraham tidak berkontribusi dalam membentuk masa depan Hagar dan keturunannya dengan membebaskan mereka dari rumah tangganya.Â
Namun disini Tuhan telah memperlakukannya sebagai kepala keluarga dari garis keturunannya sendri. Kisah Hagar inilah menjadi salah satu kejadian yang menggambarkan sejarah suci Israel. Jika dibandingkan dengan kisah versi Islam, Hajar menjadi terdiskriminasi oleh perlakuan Sarah dan Ibrahim, padahal menurut versi Kristen perlakuan tersebut lumrah terjadi karena didasari oleh undang-undang tertulis.Â