Nama lengkap Al-Maqrizi adalah Taqiyuddin Abu Al-Abbas Ammad bin Ali bin Abdul Qadir Al-Husaini. Ia lahir di desa Barjuwam, Kairo, pada tahun 766 H (1364- 1365M). Keluarganya berasal dari Maqarizah, sebuah desa yang terletak di kota Ba'labak. Oleh karena itu, ia cenderung dikenalAl-Maqrizi. Al-Maqrizi merupakan sosok yang sangat mencintai ilmu.Â
Sejak kecil, ia gemar melakukan rihlah ilmiah. Ia mempelajari berbagai disiplin ilmu, seperti fiqih, hadist dan sejarah, dari para ulama besar yang hidup pada masanya. Di antara tokoh terkenal yang sangat mempengaruhi pemikirannya adalah Ibnu Khaldun, seorang ulama besar dan penggagas ilmu-ilmu sosial termasuk ilmu ekonomi.Â
Selama hidupnya, Al-Maqrizi produktif menulis berbagai bidang ilmu, terutama sejarah Islam. Lebih dari seratus buah karya tulis telah dihasilkan, baik berbentuk buku kecil maupun besar.Â
Buku-buku kecilnya memiliki urgensi yang khas serta menguraikan berbagai macam ilmu yang tidak terbatas pada tulisan sejarah.Al-Sayyal mengelompokan buku-buku kecil tersebut empat kategori seperti buku yang membahas beberapa peristiwa sejarah Islamumum, buku yang belum terbahas oleh para sejarahwan lainnya , buku yang menguraikan biografi singkat para raja.
Pemikiran Al-Maqrizi Tentang EkonomiÂ
Al-Maqrizi berada pada fase kedua dalam sejarah pemikiran ekonomi Islam, sebuah fase yang mulai terlihat tanda-tanda melambatnya berbagai kegiatan intelektual yang inovatif dalam dunia Islam. Ia senantiasa melihat persoalan dengan flash back dan mencoba memotret apa adanya mengenai fenomena ekonomi suatu negara dengan memfokuskan perhatiannya pada beberapa hal yang mempengaruhi naik-turunnya suatu pemerintahan.Â
Hal ini berarti bahwa pemikiran-pemikiran ekonomi Al-Maqrizi cenderung positif, suatu hal yang unik dan menarik pada fase kedua yang notabene didominasi oleh pemikiran yang normatif.
Dalam sejarah perkembangannya, Al-Maqrizi menguraikan bahwa bangsa Arab Jahiliyah menggunakan dinar emas dan dirham perak sebagai mata uang mereka yang masing-masing diadopsi dari Romawi dan Persia serta mempunyai bobot dua kali lipat di masa Islam. (Al-Maqrizi, 1986 : 73 dikutip dalam buku Adiwarman Azwar Karim, 2004 : 386).Â
Setelah Islam datang, Rasulullah saw menetapkan berbagai praktik muamalah yang menggunakan kedua mata uang tersebut, bahkan mengaitkannya dengan zakat harta. (Al-Maqrizi, 1986 : 28-30) dikutip dalam buku Adiwarman Azwar Karim, 2004 : 386). Penggunaan kedua mata uang ini terus berlanjut tanpa perubahan sedikit pun hingga tahun 18 H ketika khalifah Umar bin Khattab menambahkan lafazlafaz Islam pada kedua mata uang tersebut.
Penulis mahasiswa universitas jambi.
1. Mila Sukmawati