Mohon tunggu...
Mila
Mila Mohon Tunggu... Lainnya - 🙊🙉🙈

Keterusan baca, lupa menulis...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bijak untuk Adil

23 September 2015   18:19 Diperbarui: 23 September 2015   18:36 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lantas apa kemudian yang perlu orangtua lakukan? Menurut saya, yang sederhana bisa dilakukan adalah bersikap adil. Adil untuk buah hati kita. Adil untuk semua teman-temannya pula. Adil untuk ketenangan batin orangtua. Adil untuk berani mengatakan, “Yah, sikap kamu juga tidak baik, Nak!” Adil untuk berani bertanya kepada pihak yang bersangkutan untuk mendengar dari sudut pandang yang berbeda. Adil untuk berani berbincang dengan semua pihak dan mencari jalan keluar terbaik untuk permainan anak yang bisa dinikmati semuanya. Adil untuk mengakui apa yang terjadi pada buah hati kita adalah akibat dari perbuatannya sendiri. Adil untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Yang tidak sesederhana mengucapkannya adalah memilih untuk bersikap bijak. Bijak untuk memberikan ruang kepada ananda menyelesaikan permasalahannya sendiri, meski dengan pengawasan dan kekhawatiran yang tetap ada. Bijak dengan memberikan pertimbangan untuk ananda berani mengambil keputusannya sendiri dan bersikap baik kepada teman-temannya, termasuk mengakui kesalahan dan memperbaikinya. Bijak untuk tidak merentangkan ‘karpet merah’ di jalan hidup yang ananda lewati, atau bahkan ‘pagar’ untuk memastikan tak ada ‘duri’ yang ‘menggores’ ananda. Bijak untuk memberikan kesempatan untuk ananda berkembang sesuai kebutuhannya sekaligus memberikan batasan yang sesuai untuk memastikan ananda berada di jalur yang sepantasnya.

Tidak mudah memang. Sebagai seorang Ibu, saya pun juga masih belajar. Belajar untuk memastikan putra saya cukup memiliki kerendahan hati dengan mengakui kesalahannya. Belajar untuk memastikan saya tidak mendukung ‘ego’ putra saya dengan membelanya mentah-mentah hanya berdasarkan versi ceritanya sendiri. Belajar untuk mengakui bahwa saya tidak selalu bisa melihat dan merasakan yang putra saya alami. Belajar untuk berani mengakui bahwa in the middle years, my child might have problems with friends, dan bahwa this is normal for most children from time to time. Belajar untuk mengakui bahwa masalah yang dihadapi putra saya adalah bagian dari perkembangan pendewasaan dirinya sendiri.

Seandainya saja, Ayah Denmas sedikit meluangkan waktunya untuk memperhatikan bagaimana Denmas berperilaku, berbicara dan menanggapi pembicaraan teman-temannya, kata-kata apa yang sudah Denmas lontarkan kepada Budi, serta caranya menang sendiri dalam permainan bersama dengan teman lainnya, mungkin situasi perbincangan kami menjadi berbeda. Demikian juga dengan Ibu Raden. Seandainya saja Ibu Raden tidak sekedar ‘memegang kebenaran’ cerita putranya, mungkin diskusi parenting kita pun menjadi lebih nyaman untuk diteruskan.

Seandainya saja semua orangtua memilih untuk bersikap bijak dengan saling memberikan porsi ‘adil’ yang sama, bukan hanya untuk buah hati tercinta, tapi juga untuk semua teman bermainnya, tentunya tidak akan ada anak-anak yang merasa berdiri ‘lebih tinggi’ dari yang lainnya. Bagaimana menurut Anda?

Happy parenting!

Sumber: The Australian Parenting Website (www.raisingchildren.net.au)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun