Pemilihan umum, atau akronimnya lazim disebut dengan pemilu. Seperti yang kita tahu negara kita menggunakan sistem demokrasi dalam pemilihan pemimpin rakyat juga wakil rakyat. Pesta demokrasi di indonesia memang sangat meriah, meskipun didalamnya banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran. Seperti yang paling populer adalah transaksi politik uang. Di sudut-sudut warung kopipun kita akan menemukan kalangan bawah yang mengobrol hangat tentang pemilihan umum, mulai dari mengkritik cara kampanye calon pemimpin, mengkritik ketidakmampuan tim sukses calon pemimpin dalam berkampanye, menghitung berapa budget yang sudah dihabiskan si calon pemimpin rakyat dan yang tidak tertinggal adalah mengkritik uang upahyang terlalu sedikit agar merekamemilih si calon.
Dijalanan, pusat perbelanjaan, pangkalan ojek, halte bus, dan tempat umum lainnya, akan selalu kita jumpai poster calon pemimpin yang terpampang, baliho dan juga orang-orang yang memakai kaos bergambar calon pemimpin. Itu semua adalah warna-warni pesta demokrasi di Indonesia. Selain pernak-pernik seperti itu, juga ada tokoh terdepan dalam pesta demokrasi yaitu “kyai”. Para calon sering membawa nama-nama tokoh ulama’ besar dalam setiap kampanyenya dengan harapan para pengikut kyai tersebut memilih dirinya sebagai pemenang. Maklumlah dengan membawa nama kyai, diharapkan dapat berdampak besar terhadap suara karena kyai merupakan sosok yang dianggap alim dalam segala bidang dan bijaksana dalam menentukan pilihan.
Dengan dibawa-bawanya nama salah seorang kyai dalam setiap kampanye calon pelayan rakyat, tak jarang nama baik seorang kyai bisa tercemar karena ada hal negatif yang dilakukan oleh sang calon yang mengusung nama kyai. Kharismatik kyai sebagai ulama besar menjadi hancur dan seorang kyai bisa jadi sudah tidak mendapat tempat dihati masyarakat. Seperti yang terjadi didaerah saya, yang mana ada seorang kyai besar yang namanya begitu disegani,di elu-elukan, di banggakan dan ditakuti, menjadi pudar seketika karena nama beliau disebut-sebut oleh calon kepala daerah disetiap kampanyenya. Sedangkan si-calon sendiri telah mendapat image tidak baik dimasyarakat karena kasus yang menimpanya.
Memang, nama kyai tidak pernah lepas dalam pesta pemilu di Indonesian, namun seorang kyaipun juga harus bisa menimbang mana calon yang cocok di pilih dan diterima masyarakat dan mana yang tidak.Namun juga tidak bisa dipungkiri kyai juga manusia biasa yang terkadang melakukan khilaf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H