Pembahasan kali dengan mengajukan sebuah pertanyaan crucial, yaitu Apakah masyarakat Indonesia dapat mempertahankan kebinekaan kita? Dalam pembahasan kali ini kami mulai dengan pertanyaan ini, sebab negara kita memiliki sebuah keunikan yang luar biasa dengan negara lain. Mengapa? Karena, kami memiliki beragam suku dan budaya namun para pendiri negara kita mampu mempersatukan negeri ini dengan semangat bersama dan kepentingan bersama dengan rekayasa positif. Kalau demikian, apakah Indonesia menjadi milik kita bersama? Jawaban tentu, namun realitas sepertinya tidak demikian. Hal semacam ini perlu dikaji secara jernih dari kondisi realitas kehidupan sosial kita dan akses-akses yang kita dapatkan dalam menghidupi diri kita. Tentu, setiap orang memiliki beragam pertanyaan berdasarkan kacamata mereka masing-masing. Kita tidak bisa berpura-puran baik atas apa yang sedang terjadi pada negeri ini. Kita selaku pemilik negeri ini perlu secara tajam melihat dan mengkritisi apa yang kita lihat, jika hal itu memang perlu dikritisi demi perbaikan bagi kepentingan bersama. Itu artinya, kita mengambil tanggungjawab dan tidak lari dari masalah.
Banyak hal yang perlu kita perbaiki bersama. Mengapa, karena banyak kerapuan sana sini pada negara ini disebabkan oleh berbagai macam faktor penyebab, yaitu:
1. Korupsi merajalela yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat yang tamak di negeri ini;
2. Para Banzer yang selalu menjadi parasit pada sebuah kroni pemerintahan, sehingga menyerang para kritikus;
3. Para radikalis yang otaknya didoktrin oleh suatu aliran 'atasnama sebuah agama" sehingga menekan sesama anak negeri;
4. Rasisme dan penekanan pada kelompok minoritas, entah suku, agama, kelompok etnis nusantara ini;
5. Kelompok oligarki yang selalu berusaha menyengsarakan rakyat pemiliki Nusantara;
Kelima point ini merupakan akar persoalan terjadinya kerapuan pada negeri kita. Apakah semua itu terjadi oleh karena masyarakat kita tidak berpendidikan? Jawaban adalah ya, orang berpendidikan tidak mungkin lakukan hal-hal seburuk semacam itu. Orang yang berpendidikan tentu memiliki indera yang baik dalam mengontrol diri (Self-control). Orang-orang yang melakukan hal semacam itu sesungguhnya orang-orang kelihatan berpendidikan tetapi sesungguhnya orang-orang yang tak berpendidikan dan tak bermoral. Hal buruk seperti itu banyak ditemukan dalam berbagai platform  media sosial baik facebook, whatsapp, tiktok, youtube, dan lain-lain.Â
Hal ini tergambar dengan jelas bagaimana negeri kita itu rapuh dari aspek komunikasi social, etika berkomunikasi, hubungan harmoni dalam hidup bersama secara langsung maupun sosial media. Itu perlu dihindari dengan cara melalui pendidikan karakter. Utamakan pendidikan Karakter. Hal ini menjadi tugas berat bagi para pendidik diberbagai satuan pendidikan, namun bisa juga diambil tanggungjawab oleh para rohaniawan dari berbagai aliran agama yang dianut di negara ini. Selain rohanian, bentuklah komunitas-komunitas sosial dilintas sektor dan lintas wilayah dengan isu-isu penting seperti isu lingkungan hidup, literasi pendidikan, seminar-seminar dengan isu-isu sosial dan lingkungan kekinian. Dengan demikian, tentu dapat meminimalisir faktor-faktor kerapuan.
Penulis: Mikaus Gombo. Mahasiswa Program Doktor Pendidikan di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Bali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H