Mohon tunggu...
Iwan Nazirwan
Iwan Nazirwan Mohon Tunggu... -

Exploring the world of entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pensiun Kini atau Nanti?

24 September 2012   03:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:50 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tidak ada yang dapat melawan siklus alamiah kehidupan dan lebih spesifiknya karir dalam bekerja yakni pada satu waktu manakala usia telah genap memenuhi masa bakti maka seorang pejabat/pegawai/karyawan/pekerja akan mendapat gelar Pensiunan  atau Purnawirawan.

Selanjutnya seorang pensiunan atau purnawirawan akan meninggalkan kantor berikut atribut-atribut yang melekat seperti pangkat, kedudukan, gaji, tunjangan dll yang diperoleh dan dinikmati dalam kurun waktu cukup lama. Sehingga banyak yang berat hati berpisah dengan fasilitas tersebut, dan sangatlah manusiawi bila ada pejabat dan pegawai enggan berhenti bekerja, sebaliknya berusaha untuk memperpanjang masa bakti baik di lembaga yang sama atau berpindah ke lembaga lain karena ingin menikmati atribut-atribut tersebut atau untuk memperpanjang masa kehidupan produktif.

Ada beberapa faktor yang menghantui para pensiunan yang diklasifikasikan sebagai psychological syndromes.  Setidaknya empat penyakit dibawah ini menjadi momok utama untuk dikenali dan dipahami oleh calon pensiunan atau para pensiunan.

Pertama:  Post power syndrome yakni ketakutan kehilangan kekuasaan, penghormatan yang diperolehnya pada masa bekerja, ini umumnya menjangkiti para pejabat terutama pada masa menduduki jabatan sangat dielu-elukan oleh bawahannya atau mendapat status sosial yang tinggi. Mental model ini sangat sulit untuk dirubah terlebih-lebih bagi seseorang yang memang sangat mengagungkan penghormatan formal dan wujud-wujud penghargaan yang bersifat materialistik.

Kedua: Hypocreative syndrome, yaitu kevakuman aktifitas karena tidak ada lagi pekerjaan atau rutinitas yang dilakukan pada waktu siang. Pada masa aktif, ritme harian diisi dengan kesibukan mengerjakan banyak hal sampai-sampai kekurangan waktu namun pada saat pensiun tiba-tiba tersedia banyak waktu luang yang tidak produktif.   Situasi ini umumnya menjangkiti para work-alcoholic yang enjoy berlama-lama di kantor.

Ketiga: Loneliness atau rasa kesepian yang berlebihan karena kehilangan sahabat, kehangatan dan moment-moment bercengkeramah dalam suasana kantor. Kerinduan terhadap lingkungan pekerjaan kerap menimbulkan depresi yang pada gilirannya menurunkan semangat hidup dan produktivitas.

Keempat: Dis-saving syndrome yaitu ketakutan akan kekurang penghasilan yang diterima dan memburuknya kesejahteraan. Problema ini sangat menghantuai sebagian besar para pekerja di Indonesia karena sistim penggajian dan pengelolaan uang pensiun yang buruk.

Syndrome yang digambar di atas sebetulnya adalah warning bagi semua pekerja yang masih aktif oleh karena itu sangat penting untuk menyiapkan payung sebelum hujan. Dalam hal ini seorang pegawai seyoigyanya mempersiapkan diri sejak dini guna menyongosng masa sunset kehidupan dengan menyusun rencana dan strategi yang tepat serta dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan moral. Misalnya, jangan karena takut susah dimasa tua lalu menggunakan kesempatan untuk korupsi dimasa bekerja atau ber KKN untuk menduduki jabatan lain.

Sebaiknya persiapan dini tersebut harus disusun secara simultan dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti psikologis, ekonomi, sosial dan spiritual agar masa tua nanti dapat dinikmati dengan penuh kebahagiaan. Pada akhirnya jika sudah siap, mengambil keputusan pensiun kini atau nanti bukan masalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun