Sebagai tenaga pendidik, dosen juga harus paham bahwa budaya atau kebiasaan tidak bisa dijadikan alasan untuk membenarkan tindakan yang berpotensi menciptakan ketidakadilan. Budaya adalah sesuatu yang dinamis dan dapat berubah seiring waktu, tergantung pada nilai dan prinsip yang diterima oleh masyarakat atau komunitas tersebut. Dalam hal ini, budaya pemberian konsumsi dalam sidang skripsi perlu dievaluasi dan dipertimbangkan kembali, mengingat potensi dampaknya terhadap integritas akademik dan keadilan bagi seluruh mahasiswa.
Mempertanyakan Tradisi, Menegakkan Keadilan
Tradisi pemberian konsumsi sebelum atau saat sidang skripsi memang sudah menjadi kebiasaan di banyak kampus, tetapi tradisi ini berpotensi menciptakan ketidakadilan dan merugikan mahasiswa. Pemberian konsumsi seharusnya tidak menjadi prasyarat atau syarat untuk bisa mengikuti sidang skripsi, apalagi jika hal tersebut bisa memengaruhi perlakuan dosen terhadap mahasiswa. Mahasiswa berhak untuk mengikuti sidang skripsi berdasarkan kualitas akademik dan tanpa tekanan apapun terkait dengan pemberian konsumsi.
Penting bagi kita untuk mengedepankan prinsip keadilan, objektivitas, dan integritas dalam setiap proses akademik. Dosen memiliki tanggung jawab untuk menjaga hal ini dengan memastikan bahwa penilaian terhadap skripsi dilakukan secara adil dan profesional, tanpa melibatkan faktor-faktor non-akademik. Jika kita benar-benar ingin menciptakan lingkungan kampus yang sehat, maka sudah saatnya untuk merefleksikan kembali tradisi-tradisi semacam ini dan memastikan bahwa setiap mahasiswa diperlakukan dengan setara dan adil.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H