Genap sudah 58 tahun peringatan Hari Tani Nasional. Landasan peringatan hari tani yang dilaksanakan setiap tanggal 24 September berasal dari sejarah momentum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960). Kemudian Presiden Soekarno saat itu mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1963, untuk menetapkan tanggal 24 September sebagai peringatan Hari Tani Nasional. Â
Apakah usia yang senja mampu mengindikasikan kedewasaan pertanian Indonesia? Apakah Indonesia sudah mandiri pertanian? Pada peringatan tahun ini mengambil  tema "Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria untuk Menegakkan Kedaulatan Pangan dan Memajukan Kesejahteraan Petani dan Rakyat Indonesia". Apakah tema tersebut dapat menjadi solusi untuk melerai problematika agraria dan pertanian di Indonesia?
Hal ini nampak jelas menjadi tantangan tersendiri karena kejadian di lapangan menunjukkan fakta kompleksnya konflik agraria negeri ini, berdasarkan data Konsorsium Pembaharuan Agraria mencatat sepanjang tahun 2020 terdapat 241 kasus Agraria, tentunya hal ini mengalami peningkatan 24% di sektor perkebunan dan 100% di sektor kehutanan. Lambatnya pergerakan reformasi agraria juga terlihat dari masih banyaknya sertifikat hak atas tanah yang belum diterbitkan.Â
Tumpang tindihnya peraturan hukum di daerah dan pusat yang menambah pelik penyelesaian konflik. Tidak sampai situ tantangan juga datang dari pembangunan ketahanan pangan.Â
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, terdapat 17,7% prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada balita kasus stunting hingga 30,8%.Â
Kasus obesitas menunjukkan peningkatan 6,7% di tahun 2013 menjadi 8% di tahun 2018. Jumlah penduduk yang rawan pangan dan kekurangan gizi masih cukup besar sehingga perlu mendapat perhatian serius.Â
Perlu adanya integrasi rantai nilai pangan dari hulu ke hilir, distribusi pangan, daya beli masyarakat, pengetahuan gizi masyarakat, pencegahan pemborosan pangan, pentingnya  peningkatan pendampingan dan kapasitas offtake dengan konsep sinergisitas antara petani, peternak, nelayan.
Tantangan lainnya dari segi rendahnya kesejahteraan petani di Indonesia. Nilai tukar petani masih rendah, pendapatan yang harus dibayarkan lebih besar daripada yang harus di peroleh, bukan hanya itu saja upah buruh tani di pedesaan juga masih rendah. Inilah yang menjadi penyebab kesejahteraan petani belum terjamin dan tingginya tingkat kemiskinan di pedesaan.Â
Belum lagi persoalan regenerasi yang menjadi kekuatiran bagi keberlanjutan sektor pertanian, pasalnya pada tahun 2018 jumlah kenaikan penduduk profesi petani di dominasi dari usia 65 tahun sebesar 24% menjadi 4,1 juta rumah tangga. Petani usia 55-64 tahun mengalami  peningkatan 20% menjadi 6,3 juta rumah tangga. Sedangkan untuk kelompok usia 45-54 tahun hanya naik 7%. Jumlah persentase petani di bawah usia 45 tahun telah mengalami penurunan.
Tantangan tersebut memaparkan gambaran jelas tentang belum dewasanya pertanian negeri ini. Indonesia belum mandiri sebagai negara agraris. Pengusungan tema seharusnya menjadi cermin dan visi kedepan yang terukur dalam batas waktu yang jelas untuk dapat diwujudkan. Kemudian sebagai pemuda kita tidak boleh apatis dan menutup nurani.Â
Tetap saja pemerintah tak bisa sendirian, penting untuk adanya sinergisitas dan kolaborasi antar bidang keahlian, serta partisipasi pemuda dalam implementasinya.Â